SOLOPOS.COM - Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto yang dibopong menyalami pendukungnya dalam acara konsolidasi tokoh agama dan masyarakat di Pool Primajasa, Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (2/12/2023). Prabowo menjanjikan upah murah jika dirinya terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2024. (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, bingung dan mempertanyakan langkah politik korban penculikan dan penghilangan paksa Tragedi 1998 yang justru mendukung calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto.

Usman menilai, ada dua kemungkinan mengapa korban penculikan justru mendukung Prabowo yang saat itu menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus). Pertama, mereka menjadi pelupa; kedua, tidak memiliki kepekaan terhadap korban lainnya yang belum dilepaskan.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

“Contohnya Yani Afri, putra dari Ibu Tuty Koto. Anaknya, Hardingga, sampai sekarang masih mencari ayahnya itu. Demikian pula Wiji Thukul, itu juga saya kira sampai sekarang belum ditemukan,” ujar Usman di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2023).

Dia mencontohkan elite Partai Demokrat Andi Arief yang pernah jadi korban penculikan. Meski demikian, kini dia turut mendukung Prabowo. Dia juga menyebut nama Budiman Sudjatmiko.

Meski Budiman bukan korban penghilangan, Usman tetap mempertanyakan solidaritas eks petinggi PRD itu dengan aktivis yang pernah disiksa dan bahkan ada yang hilang sampai saat ini.

Tragedi Penculikan Aktivis 1998

Penculikan aktivis 1997/1998 adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap para aktivis pro-demokrasi yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1998.

Kasus penculikan aktivis 1997/1998 dilakukan oleh tim khusus bernama Tim Mawar, yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono. Dari kasus penculikan ini, terdapat 13 aktivis yang masih hilang dan sembilan aktivis dilepas oleh penculiknya.

Peristiwa penculikan ini dipastikan berlangsung dalam tiga tahap, yaitu menjelang pemilu Mei 1997 dan dua bulan menjelang sidang MPR Maret 1998. Sembilan di antara mereka yang diculik selama periode kedua dilepas dari kurungan dan muncul kembali.

Beberapa di antara mereka berbicara secara terbuka mengenai pengalaman mereka. Tapi tak satu pun dari mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.

Kasus ini diselidiki oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasar UU No 26/2000 Tentang Pengadilan HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Jaksa Agung pada 2006. Tim penyelidik Komnas HAM untuk kasus penghilangan orang secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.

Adapun jumlah korban atas penghilangan orang tersebut adalah 1 orang terbunuh, 11 orang disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.

Komnas HAM menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus penghilangan orang secara paksa selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan penyelidikan dan kesaksian 58 korban dan warga masyarakat, 18 anggota dan purnawirawan Polri, serta seorang purnawirawan TNI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya