SOLOPOS.COM - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan usai memeriksa hakim konstitusi di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (2/11/2023). MKMK menjadwalkan pemeriksaan kedua terhadap Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman sebelum pembahasan rancangan putusan pada Sabtu (4/11) dan sidang putusan pada Selasa (7/11) dari 21 laporan yang diterima. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.

Solopos.com, JAKARTAMahkamah Konstitusi (MK) bakal kembali menguji aturan soal syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berujung pada putusan sebelumnya bisa dibatalkan. 

Putusan tersebut bisa batal karena komposisi hakim yang memutus perkara juga berbeda. Hal tersebut diungkapkan Ketua Majelis Kehormatan MK Jimly Asshiddiqie saat memimpin sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/11/2023). 

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

Putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang memperbolehkan seseorang berusia di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres asal pernah atau sedang menjabat kepala daerah kembali diuji.

Ini adalah kali pertama ketika Undang-undang baru saja diputus MK, kemudian muncul permohonan uji putusan. “Baru pertama ini ada permohonan uji terhadap putusan yang baru diputus. Dengan komposisi yang berbeda, putusannya bisa berubah,” kata Jimly.

Permohonan uji putusan dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana yang memohon untuk menguji kembali Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang baru saja diputus oleh MK. Perkara bernomor 141/PUU-XXI/2023 tersebut akan diuji materi pada 8 November 2023.

“Ini bisa nebis in idem, tapi saya sudah dapat ini, ini sudah diregistrasi oleh MK,” katanya, dilansir Bisnis.com. 

Menurut Jimly, laporan yang telah menjadi perkara baru dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 tersebut menjadi penting karena baru pertama ini ada permohonan judicial review terhadap suatu UU pasca-putusan MK. 

Saat disidangkan nanti, Jimly mengungkapkan bahwa pelapor bisa meminta agar hakim terlapor, dalam hal ini Anwar Usman, agar tidak mengikuti sidang itu. 

“Anda punya hak. Jadi di Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang sering anda kutip itu, Pasal 17 ayat (1)-nya para pihak [pelapor] punya hak ingkar untuk tidak mau diperiksa oleh hakim yang tidak bisa dipercaya oleh para pihak,” paparnya. 

Dengan demikian, komposisi majelis hakim nantinya hanya berjumlah 8, sehingga dapat berpengaruh terhadap dinamika pengambilan keputusan. 

“Maka ini Anda bisa bayangkan, karena ini perdebatannya 4:5 [hakim], ya akan berubah komposisi. Gitu lho. Ini kreatif. Mahasiswa UNUISA ini perlu kita apresiasi,” ujar Jimly. 

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa perkara ini akan disidangkan setelah sidang dugaan pelanggaran etik hakim MK selesai. Kendati demikian, dia tetap mengingatkan para pemohon bahwa permohonan ini belum tentu dikabulkan. 

“Saya sebagai Ketua MK pertama dan Ketua MKMK ini mengapresiasi saudara. Tapi, belum tentu dikabulkan, nanti dulu, saya puji dulu karena ada usaha,” tuturnya kepada para pelapor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya