SOLOPOS.COM - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman seusai diperiksa Mahkamah Kehormatan MK, Selasa (31/10/2023). (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bisa menghukum Ketua MK Anwar Usman dengan mencopot paman Gibran Rakabuming Raka itu dari jabatannya.

Namun MKMK tidak punya wewenang untuk menganulir putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia capres-cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

Putusan MK itu yang menjadi jalan bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.

“Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan kesimpulan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023), seperti dikutip dari tayangan TVOne.

Jimly menguraikan, berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Pasal 1 angka 4 PMK 1/2023, Majelis Kehormatan merupakan perangkat yang dibentuk untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Akan tetapi, MKMK tidak berwenang menilai putusan MK terlebih lagi turut mempersoalkan perihal keabsahan atau ketidakabsahan suatu putusan.

Karena tidak punya wewenang mengubah putusan MK, otomatis status Gibran sebagai cawapres tetap sah.

“MKMK hanya diberi wewenang untuk menjangkau segala upaya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta kode etik dan perilaku hakim konstitusi,” sambung anggota MKMK Wahiduddin Adams.

Dia menjelaskan merujuk Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan dijabarkan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, prinsip kemerdekaan melekat pada MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman.

“Akan sama artinya dengan Majelis Kehormatan melecehkan prinsip kemerdekaan yang melekat pada MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sekaligus melabrak sifat final dan mengikat putusan MK,” papar Wahiduddin.

Atas dasar itu, MKMK menolak mempertimbangkan isu dalam laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi berkenaan dengan permintaan pelapor untuk membatalkan, mengoreksi, atau meninjau kembali Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya