SOLOPOS.COM - Tangkapan layar Zoom saat Presiden Jokowi menyerahkan potongan nasi tumpeng dan lauknya kepada Megawati Soekarnoputri saat Rakernas PDIP, Selasa (21/6/2022) siang. (Solopos/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak hadir pada peringatan HUT ke-51 PDIP, Rabu (10/1/2024). Jokowi memilih melawat ke luar negeri dan tidak menghadiri ulang tahun partai yang membesarkan nama dan membawanya ke kursi orang nomor satu di republik ini.

Ketidakhadiran Jokowi menguatkan dugaan keretakan hubungannya dengan partai yang telah mengusungnya dari wali kota, gubernur, hingga presiden dua periode. Jokowi berdalih tak hadir karena tidak ada satupun undangan dari PDIP.

Promosi Cerita Klaster Pisang Cavendish di Pasuruan, Ubah Lahan Tak Produktif Jadi Cuan

Selain itu, sejak jauh-jauh hari, pihaknya juga telah mengagendakan perjalanan ke luar negeri dari tanggal 9-14 Januari 2024. Tidak jauh perjalanannya. Hanya sekitar Asia Tenggara.

“Belum dapat undangan,” ujar Jokowi belum lama ini.

Jokowi dan PDIP, khususnya Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, adalah dua kekuatan politik yang cukup berpengaruh saat ini. Keduanya sangat identik.

Sebelum pecah, karena kemungkinan perbedaan orientasi politik pada Pemilu 2024, banyak baliho PDIP yang menampilkan sosok Bung Karno, Megawati dan Jokowi. Kini yang banyak terlihat justru baliho Jokowi dan Prabowo. Termasuk juga baliho PSI yang mengeklaim sebagai partainya Jokowi.

Tak hanya itu, Jokowi dan PDIP adalah dua kekuatan politik yang terbukti tidak pernah kalah dalam dua pemilihan umum. PDIP berhasil menjadi partai pemenang pemilu karena memperoleh coattail effect dari popularitas Jokowi. Jokowi harus diakui adalah sosok kunci di balik kemenangan PDIP setelah gagal pada Pemilu 2004 dan 2009.

Sekadar menarik ke belakang, pada Pemilu multi partai tahun 1999, PDIP berhasil menjadi partai pemenang dengan 33,7% suara. Sayangnya meski tampil sebagai pemenang pemilu, Megawati gagal menjadi presiden setelah kalah voting melawan Gus Dur.

Status PDIP sebagai pemenang pemilu juga tak berlangsung lama. Pada Pemilu 2004, suara PDIP turun cukup signifikan. PDIP hanya memperoleh suara sebanyak 18,9%. Tren ini berlanjut pada Pemilu 2009 yang mana PDIP hanya sebanyak 14% suara.

Beruntung pada 2014, situasinya agak berbalik. Sosok Joko Widodo berhasil meningkatkan elektabilitas partai. Jokowi effect mengantarkan kembali PDIP sebagai partai mayoritas dengan suara 18,9% suara. Kinerja positif tersebut berhasil mengantarkan Joko Widodo sebagai Presiden RI.

Tren positif perolehan suara berlanjut pada Pemilu 2019. PDIP memperoleh 19,3% suara dan mengantarkan Jokowi untuk kali kedua menjabat sebagai presiden. Namun setelah ontran-ontran Piala Dunia U-20 hingga proses Pilpres 2024 yang ditandai dengan majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto, hubungan keduanya seperti air dan api.

Jokowi kali terakhir bertemu Megawati September 2023 lalu, ketika Rakernas PDIP. Setelah itu, belum ada satupun momen yang menyatukan dua kekuatan politik tersebut.

Di sisi lain, para politikus PDIP, termasuk Megawati juga berulang kali mengkritik pemerintahan Jokowi. Mega, misalnya, dalam pidato di HUT ke-51 PDIP hari ini, mengungkapkan bahwa usia partainya yang lebih dari lima dasawarsa bukan karena jasa siapa pun. Bukan pula jasa presiden.

“51 tahun bisa begini bukan karena elite, bukan presiden, bukan menteri, tetapi rakyat yang mendukung kita,” tegasnya.

Lunturnya Jokowi Effect

Imbas dari kabar keretakan hubungan PDIP dan Jokowi itu langsung dirasakan oleh pasangan capres dan cawapres nomor 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. Setidaknya, dalam catatan lembaga survei, elektabilitas mereka tercatat melorot.

Versi Indikator Politik, CSIS, dan Litbang Kompas, misalnya, mengonfirmasi adanya ‘migrasi’ pemilh dari sebelumnya memilih Ganjar ke kubu Prabowo-Gibran. Pola ini tidak bisa lepas dari legitimasi, soal siapa penerus Jokowi.

Indikator politik mencatat elektabilitas Ganjar-Mahfud sebanyak 24,5%, Litbang Kompas 15,3%, dan CSIS 19,4%.

Bagaimana dengan PDIP? PDIP masih tercatat sebagai partai yang mendominasi parlemen. Elektabilitas mereka juga selalu berada di puncak meski ada tren turun. Penurunan tren elektabilitas PDIP itu juga sejalan dengan capres mereka usung yakni, Ganjar Pranowo.

Survei Indikator Politik mengungkap elektabilitas PDIP mencapai 19,1%. Angka ini hampir disusul oleh Partai Gerindra yang tercatat memiliki elektabilitas mencapai 18,2%.

Salah satu fenomena yang memicu turunnya elektabilitas PDIP adalah perubahan orientasi pemilih Jokowi. Data Indikator Politik pada periode survei 16-20 Oktober 2023, menunjukkan ada dua alasan terkuat orang memilih PDIP, yakni karena terbiasa memilih PDIP sebanyak 28,4% dan suka dengan Jokowi sebanyak 23,9%.

Sedangkan, pada periode survei terbaru, 23-24 Desember 2023, angka responden yang memilih PDIP karena suka terhadap Jokowi hanya tersisa 7,4%. Basis suara tradisional atau orang yang terbiasa memilih PDIP juga tergerus menjadi 23,7%.

Kendati demikian, alasan responden yang memilih PDIP karena suka dengan tokoh (calon) atau partai mengalami kenaikan dari 5,1% pada periode survei 16-20 Oktober 2023, menjadi 14,8% pada periode survei terakhir.

Apakah Hubungan Jokowi dan PDIP Masih Baik?

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, memastikan meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) absen menghadiri HUT Ke-51 PDIP, tetapi hubungannya dengan parpol tersebut baik-baik saja. Sebelum tahun pemilu, Jokowi selalu datang dan memberikan sambutan pada HUT PDIP. Namun demikian, ayah dari calon wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka, itu absen untuk kali pertama dalam peringatan HUT PDIP tahun ini.

“Komunikasi tetap baguslah dengan semua tokoh politik dengan semua tokoh partai. Komunikasi presiden bagus sekali,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (10/1/2024).



Lebih lanjut, Ari mengatakan orang nomor satu di Indonesia tersebut selalu mengedepankan komunikasi yang baik agar suasana politik di Tanah Air tetap sehat. Bahkan, dia berharap agar demokrasi Indonesia juga makin berkualitas dan berjalan dengan damai dengan tidak ada ketegangan di antara setiap elitenya.

“Elitenya saja berkomunikasi dengan baik rakyatnya pasti komunikasinya jauh lebih baik,” imbuhnya.

Di sisi lain, Ari memastikan bahwa undangan dari partai berlogo moncong banteng tersebut memang belum diterima oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).

Ari pun menegaskan bahwa Jokowi tak ada niatan sedikit pun untuk absen dalam HUT Ke-51 tersebut, sebab jadwal kunjungan kenegaraannya ke tiga negara di Asia Tenggara (ASEAN) yaitu Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam sudah terjadwal sejak lama.

“Karena ini sudah rencana yang dirancang lama beberapa bulan lalu sudah melibatkan Kementerian Luar Negeri dan dua negara tentang kunjungan negara ke tiga negara ini,” pungkas Ari.

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Kisah PDIP dan Jokowi, Dulu Sekutu Kini Seteru?”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya