SOLOPOS.COM - Ribuan masyarakat yang menolak pengukuran dan pematokan lahan bentrok dengan aparat di Pulau Rempang Batam, Kamis (7/9/2023). (Istimewa/Tangkapan Layar)

Solopos.com, JAKARTA — Pulau Rempang, Batam menjadi sorotan menyusul konflik yang terjadi akibat penolakan warga terkait dengan upaya pembebasan lahan.

Bentrokan dikabarkan terjadi antara tim Gabungan TNI-Polri dan warga Pulau Rempang di Jembatan IV Barelang, Batam, Kamis (7/9/2023) terkait dengan pembebasan lahan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

BP Batam selaku pemilik hak pengelolaan lahan (HPL) di Pulau Rempang, tengah berupaya melakukan pembebasan atau pengembalian lahan dengan memasang patok lahan. Namun, tindakan tersebut mendapat penolakan keras dari warga.

Sebelumnya, warga setempat berjaga-jaga di sekitar Jembatan IV Barelang untuk menghalangi BP Batam memasang patok lahan, dalam beberapa minggu terakhir ini.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (8/9/2023), Polri memastikan situasi dan kondisi Pulau Rempang telah kondusif. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Ahmad Ramadhan menyampaikan kerusuhan tersebut tidak ditemukan korban baik dari pihak keamanan maupun masyarakat.

“Jadi kami akan sampaikan bahwa, kami mendapatkan informasi dari Polda Kepri, situasi di lokasi sudah kondusif sejak kemarin,” kata Ramadhan di Bareskrim Polri, Jumat (8/9/2023).

Dia menyebutkan bahwa Polri dalam posisinya hanya melakukan tugas sebagai jembatan antara masyarakat dan BP Batam. Sementara itu, Kepolisian juga telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus ini. Kedelapan tersangka itu telah membawa beberapa senjata tajam hingga benda membahayakan.

Di sisi lain, Kepala BP Batam Muhammad Rudi melalui Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol Ariastuty Sirait mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan kabar miring terkait situasi Pulau Rempang. Hal ini bertujuan menjaga situasi kondusif di Kota Batam.

Mengingat, banyak oknum tak bertanggung jawab yang memanfaatkan momentum pengembangan Pulau Rempang untuk menyebarkan isu negatif.

“Sesuai pesan Kepala BP Batam, masyarakat jangan terprovokasi isu miring. Serap informasi dengan baik sebelum meneruskannya di media sosial. Tetap jaga persatuan,” ujar Ariastuty, Jumat (8/9/2023).

Terlepas dari konflik yang terjadi, ternyata Pulau Rempang yang memiliki luas sekitar 17.000 hektare bakal dikembangkan menjadi kawasan pengembangan terintegrasi untuk industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan energi baru dan terbarukan (EBT).

Pengembangan tersebut masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) bernama Rempang Eco-City.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kamis (13/4/2023), pengembangan kawasan tersebut dilakukan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.

Proyek ini memiliki nilai investasi jumbo sebesar Rp381 triliun yang terus dikucurkan sampai dengan 2080 dan ditargetkan dapat menyerap 306.000 orang tenaga kerja.

Ganti Rugi

Sebelumnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga menanggapi bentrokan antara aparat gabungan dengan warga yang menolak pengukuran lahan untuk pengembangan Pulau Rempang, Batam, Kamis (7/9/2023).

Menurut Kapolri, Badan Pengusahaan (BP) Batam sudah menyiapkan ganti rugi bagi warga di Pulau Rempang, Batam, terkait rencana pengembangan kawasan tersebut.

“Tentunya langkah-langkah yang dilaksanakan oleh BP Batam sudah sesuai berjalan, mulai dari musyawarah, mempersiapkan relokasi, termasuk ganti rugi kepada masyarakat yang mungkin telah menggunakan lahan atau tanah di Rempang,” kata Kapolri dalam jumpa pers di pelataran Kantor Panglima TNI, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis.

Sigit menyebut pengukuran lahan di Rempang bertujuan untuk pengembangan kawasan namun kemungkinan lokasi tersebut dikuasai beberapa kelompok masyarakat.

“Di sana, ada kegiatan terkait dengan pembebasan atau mengembalikan kembali lahan milik otoritas Batam yang saat ini mungkin dikuasai beberapa kelompok masyarakat,” ujar Sigit.

Pengukuran, lanjut mantan Kapolresta Solo itu, dilakukan lantaran pihak BP Batam akan menggunakan lahan tersebut untuk pengembangan bisnis.

Sigit menegaskan penyelesaian konflik diselesaikan melalui musyawarah mufakat antara pihak-pihak terkait.

“Tentunya upaya musyawarah, upaya sosialisasi penyelesaian dengan musyawarah mufakat menjadi prioritas, sehingga kemudian masalah di Batam, di Rempang itu bisa diselesaikan,” tutup Sigit.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya