SOLOPOS.COM - Ribuan masyarakat yang menolak pengukuran dan pematokan lahan bentrok dengan aparat di Pulau Rempang Batam, Kamis (7/9/2023). (Istimewa/Tangkapan Layar)

Solopos.com, BATAM — Ribuan masyarakat yang menolak pengukuran dan pematokan lahan bentrok dengan aparat di Pulau Rempang Batam, Kamis (7/9/2023).

Warga menolak kedatangan petugas yang berencana pengukuran atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City selaus 17.000 hektare untuk dijadikan kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Dalam rilis yang diterima Solopos.com, WALHI Nasional menyebut sebanyak kurang lebih 1.000 personil aparat diturunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran.

Warga menolak pengukuran tersebut karena akan menggusur permukiman mereka seluas 1.000 hektare. “Penolakan masyarakat direspon dengan tindakan brutal,” tulis rilis tersebut.

Petugas kepolisian menggunakan gas air mata untuk membubarkan masyarakat yang menggelar aksi unjuk rasa. Petugas juga disebut menggunakan pentungan untuk memukul warga. 

“Akibatnya, terdapat 6 orang ditangkap dan puluhan lain mengalami luka-luka. Selain itu, ratusan anak SD yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengalami intimidasi karena proses belajar meraka dihentikan secara paksa dan dibubarkan,” keterangan rilis aksi bersama WALHI Nasional, pengurus YLBHI, PBHI, KIARA, WALHI Riau, LBH Pekanbaru, Indonesia for Global Justice (IGJ), dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) itu.

Mereka menyebut Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam  beserta instansi lainnya yang melakukan pengukuran dan pematokan secara paksa di atas tanah warga telah melakukan tindakan sewenang-wenang.

Mereka juga tidak manusiawi karena telah melanggar hukum dan hak asasi manusia. “Kedua, tindakan keji dan tidak manusiawi oleh Polda Kepulauan Riau yang melakukan kekerasan terhadap warga jelas-jelas adalah pelanggaran hak asasi manusia yang merendahkan harkat dan martabat warga di Pulau Rempang-Galang,” tandas rilis tersebut.

Merespons situasi tersebut, solidaritas bersama itu meminta BP Batam dan Kapolda Kepulauan Riau beserta jajarannya untuk bertanggung jawab secara hukum atas jatuhnya korban pelanggaran HAM pada proses pemasangan patok dan pengukuran tanah di Pulau Rempang-Galang, Batam.

Kedua, Kapolda Kepulauan Riau diminta segera menarik personil kepolisian dari Pulau Rempang, membebaskan masa aksi dan menghukum personil yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap warga.

Ketiga, meminta Presiden RI, DPR RI dan Kapolri untuk segera mengambil sikap memerintahkan BP Batam dan Kapolda Kepri agar segera menghentikan proses pemasangan patok demi menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak.

Keempat,  Komnas HAM RI diminta segera mengambil sikap dan bertindak dengan mendesak Kapolri dan Kapolda Kepri agar menarik pasukan di Pulau Rempang-Galang, Batam.

Kelima, Komnas HAM juga diminta mengusut tuntas adanya pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya