SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang. (Bisnis Indonesia/canva)

Solopos.com, SOLO — Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebut strategi politik uang yang digunakan oleh sejumlah tokoh yang mengikuti Pemilu 2024 tidak berjalan efektif dan cenderung mahal karena dampaknya yang tidak sebanding dengan ekspektasi.

“Politik uang ini kecenderungannya menurut saya kenapa jadi heboh, ini yang sebetulnya efektivitasnya itu hanya satu dari 10 kasus. Itu karena mereka tidak tahu persis, siapa yang betul-betul bisa dipengaruhi, siapa dan di mana,” kata pendiri SMRC, Saiful Mujani, dalam bincang-bincang bertajuk Potensi Politik Uang di Pemilu 2024 yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (21/12/2023).

Promosi 50 Jurnalis Peroleh Beasiswa S2 dari BRI Fellowship Journalism 2024

Saiful menuturkan politik uang sulit berjalan dengan efektif karena para peserta Pemilu 2024 tidak mengetahui secara pasti siapa dan di mana orang yang mendukung mereka setelah menerima uang atau hadiah yang disalurkan.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan SMRC pada periode Oktober-November 2023 secara nasional, diketahui setidaknya politik uang kemungkinan hanya dapat efektif pada 1 dari 10 kasus.

Hal tersebut membuktikan jika politikus ingin mendapatkan setidaknya satu suara, politik uang perlu disebar kepada 10 orang. Ketidakpastian itulah yang membuat politisi membutuhkan dana dalam jumlah besar untuk melakukan kampanye selama masa pemilu berlangsung.

“Akibatnya adalah para pelaku politik uang ini, dia akan menghambur-hamburkan uangnya. Jadi, mahal, itu yang membuat pemilu mahal,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara.

Menurut dia, alasan lain politik uang tidak berjalan efektif yakni disebabkan pilihan yang ditentukan oleh masyarakat dalam kotak pemungutan suara, tidak dapat diketahui oleh para calon, serta pernyataan tokoh yang mengatakan masyarakat dapat menerima uang tersebut tanpa harus memilih dirinya.

Ia menyebutkan profil orang yang sering kali terpengaruh dan rentan oleh politik uang lebih besar terjadi pada perempuan, warga yang tinggal di perdesaan, berpenghasilan rendah, berpendidikan rendah, dan berusia di atas 55 tahun.

“Orang itu cenderung perempuan karena sosial ekonomi, seperti yang sering didiskusikan, perempuan lebih sering kesulitan ekonomi dibanding laki-laki. Ini ‘kan jadi rentan terhadap serbuan politik uang, itu orang tua juga kasihan sekali dibegitukan,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Saiful menyarankan agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pemerintah yang terkait untuk fokus melindungi masyarakat, terutama dalam kelompok rentan, supaya tidak terpengaruh pada tipu daya politik uang yang terkadang membawa dampak buruk bagi orang lain.

“Memang sudah amanat negara, amanat undang-undang, itu kewajiban Bawaslu untuk menegakkannya, Bawaslu fokus di sana,” katanya.

Saiful menyebutkan sebanyak 44% masyarakat menyatakan bisa menoleransi politik uang sebagai hal yang wajar. Sementara itu, 56% lainnya mengaku tidak dapat menerima cara tersebut dalam meminta suara rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya