SOLOPOS.COM - Jamaah haji Indonesia menunggu bus untuk kembali ke hotel di Mina, Makkah, Arab Saudi, Selasa (18/6/2024). Jamaah Indonesia yang mengambil nafar awal mulai didorong dari Mina menuju hotel di Makkah hingga sebelum matahari terbenam pada 12 Zulhijah atau 18 Juni 2024, sementara yang mengambil nafar tsani akan meninggalkan mina pada 13 Zulhijah atau 19 Juni 2024. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/Spt.

Solopos.com, MAKKAH — Tim Pengawas Penyelenggaraan Haji DPR RI menilai penyelenggaraan haji 2024 menyisakan banyak persoalan.

Atas dasar itulah, anggota Timwas DPR RI H Wisnu Wijaya Adiputra mengusulkan agar dibentuk panitia khusus (pansus) mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji.

Promosi Kolaborasi BRI dan Telkomsel Hadirkan Ekosistem Finansial dan Digital

Wisnu menjelaskan setidaknya ada tiga alasan mengapa perlu dibentuk Pansus Haji. Alasan pertama, banyaknya persoalan yang menyelimuti penyelenggaraan haji 2024.

Pelayanan haji yang buruk meliputi pemondokan, katering, tenda, akses air dan toilet, kesehatan, dan transportasi yang berulang setiap tahun yang tidak hanya mendera jemaah haji reguler, tetapi juga jemaah haji khusus.

“Ironisnya, sebagai penyumbang jumlah jemaah haji terbesar di dunia yang pastinya menguntungkan secara ekonomi bagi Arab Saudi, Pemerintah Indonesia dinilai gagal memanfaatkan aspek tersebut sebagai nilai tawar ini untuk melakukan diplomasi agar Pemerintah Saudi bisa memberikan layanan yang lebih baik bagi jemaah kita dibanding negara lain,” kata dia dalam keterangan tertulis kepada Solopos.com, dikutip Jumat (21/6/2024).

Wisnu lantas membandingkan layanan haji Korea dan Jepang yang merupakan negara minoritas muslim yang tidak banyak menyumbang jemaah haji justru mendapat fasilitas yang jauh lebih baik dalam hal pemondokan.

Anggota Komisi VIII DPR RI itu menganggap Pemerintah tidak siap dengan kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.

Hal ini terbukti dengan ketidakmampuan mereka menyediakan fasilitas pelayanan yang sepadan dengan banyaknya jumlah jemaah.

“Temuan di lapangan, misalnya banyak jemaah yang terlantar akibat kapasitas tenda-tenda Arafah dan Mina tidak memadai untuk menampung jemaah. Ketersediaan antara fasilitas dan jumlah jemaah yang tidak berimbang juga berdampak pada buruknya layanan transportasi, akses air dan toilet,” ungkapnya.

Jemaah Tanpa Visa Haji Resmi

Yang paling krusial, menurut legislator Partai  Keadilan Sejahtera itu, masalah jemaah haji ilegal yang tidak menggunakan visa haji resmi. Sebagian menggunakan visa umrah yang overstay, sebagian memakai visa kunjungan.

“Dalam rapat dengar pendapat pada 20 Mei 2024, DPR telah mengingatkan agar Kemenag bekerjasama dengan Kemenkum-HAM dan Kemenlu membuat larangan bagi calon jemaah nonvisa haji agar tidak berangkat umrah atau ziarah ke Tanah Suci selama musim haji. Namun Kemenag tidak mengindahkan masukan DPR sehingga akhirnya terbukti banyak jemaah haji ilegal yang ditangkap di Saudi. Ini kan artinya Pemerintah gagal melindungi warga negara sendiri,” ujar wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Tengah I

Alasan kedua dibentuk Pansus Haji, lanjut Wisnu, karena persoalan penyelenggaraan haji ini kompleks dan melibatkan beberapa kementerian lintas mitra komisi di DPR, seperti Kementerian Agama yang menjadi mitra Komisi VIII, Kementerian Kesehatan mitra Komisi IX serta Kementerian Hukum dan HAM mitra Komisi III.

“Kalau lingkupnya hanya Kementeriaan Agama saja maka cukup dibentuk Panitia Kerja atau Panja oleh Komisi VIII. Tapi karena melibatkan banyak kementerian maka tidak ada pilihan lain kecuali membentuk Panitia Khusus atau Pansus,” jelas legislator dari Fraksi PKS itu.

Indikasi Melanggar UU

Sedang alasan ketiga perlunya Pansus, kata Wisnu, karena adanya dugaan penyalahgunaan tambahan kuota haji oleh Kementerian Agama yang terindikasi melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Dia mengungkapkan rapat Panja terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M bersama Menteri Agama pada 27 November 2023 menyepakati kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M sebanyak 241.000.

Perinciannya, jemaah haji regular sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji plus sejumlah 19.280 orang.

“Namun demikian dalam rapat dengar pendapat Komisi VIII DPR bersama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024 terungkap Kementerian Agama menetapkan secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680. Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 orang karena dialihkan untuk jemaah haji khusus,” bebernya.

Wisnu menilai tindakan Kemenag tersebut terindikasi melanggar Undang-undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.

Artinya, jika total kuota haji kita sebanyak 241.000 orang maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280 orang.

“Tiga alasan inilah yang menjadikan DPR RI perlu membentuk Pansus untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji di Indonesia agar lebih baik di waktu yang akan datang. Khususnya, menyangkut keprihatinan kita bersama terkait masa tunggu haji yang sangat lama, yaitu mencapai 40 tahun,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya