SOLOPOS.COM - Ilustrasi Salat Iduladha. (Facebook-Semua Tentang Ponorogo)

Solopos.com, JAKARTA — Iduladha menjadi salah satu hari besar yang diperingati oleh umat Islam. Selain melaksanakan puasa Arafah, Salat Id, hingga prosesi penyembelihan hewan kurban, beberapa daerah di Indonesia mempunyai tradisi unik tersendiri dalam menyambut datangnya Iduladha.

Berikut ini lima tradisi unik di Indonsia menyambut Iduladha:

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

1. Gamelan Sekaten

Gamelan Sekaten
Gamelan Sekaten (nu.or.id)

Salah satu tradisi unik dalam menyambut datangnya hari besar Iduladha adalah tradisi gamelan sekaten.  Konon di zaman dahulu, kesenian seperti gamelan dijadikan salah satu media syiar dan pembelajaran agama oleh para Sunan.

Konon dahulu, kesenian seperti gamelan dijadikan salah satu media syiar dan pembelajaran agama di Cirebon oleh Sunan Gunung Jati.

Melansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Senin (26/6/2023), Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman menjadi salah satu yang mempunyai gamelan khusus yang disebut Gamelan Sekati atau Sekaten. Jika dilihat, bentuknya serupa dengan jenis gamelan upacara kuno yang terdapat di Bali.

Gamelan ini biasanya dimainkan pada hari besar Islam seperti Idulfitri dan Iduladha sejalan dengan wasiat Kanjeng Raden Patih Unus, Raja Islam Demak II sebelum dirinya wafat.

Tradisi ini juga umum diikuti oleh beberapa keraton peninggalan Kerajaan Mataram Islam, seperti Keraton Jogja maupun Solo.

Menurut tradisi, masyarakat yang hadir menyaksikan alunan gending gamelan tersebut dengan mengunyah sekapur sirih dan rempah atau dikenal dengan istilah nginang. Hal tersebut menyimpan filosofi sebagai harapan agar diberikan umur agar dapat menyaksikan pertunjukan gamelan di masa-masa yang akan datang.

2. Mepe Kasur

Tradisi mepe kasur asal Banyuwangi
Tradisi mepe kasur asal Banyuwangi (banyuwangikab.go.id)

Mepe Kasur atau dalam bahasa Indonesia mempunyai arti menjemur Kasur merupakan tradisi masyarakat Using asal Banyuwangi, Jawa Timur. Ditengok dari laman banyuwangikab.go.id, tradisi ini masih dilakukan oleh warga Desa Kemireh setiap tanggal 1 Zulhijah jelang Iduladha sebagai rangkaian dari ritual bersih desa.

Uniknya, kasur yang dijemur oleh warga semuanya mempunyai warna yang sama, yakni merah yang berarti berani dan hitam yang menjadi simbol kelanggengan rumah tangga.

Kasur-kasur tersebut dijemur di depan rumah masing-masing warga. Lalu mereka akan membersihkannya dengan menepuk debu menggunakan rotan.

Menurut sesepuh adat Desa Kemiren, kasur atau tempat untuk tidur dipercaya sebagai salah satu sumber penyakit. Sehingga tradisi ini dipercaya mampu membersihkan serta menghindarkan masyarakat Using dari berbagai penyakit.

3. Kaul Negeri dan Abda’u

Tradisi gendong kambing asal Maluku (Digstraksi.com)

Kemudian, di Maluku Anda akan menemui tradisi Kaul Negeri dan Abda’u yang biasa dilakukan oleh masyarakat Tulehu.

Tradisi tersebut dilakukan dengan menggendong tiga ekor kambing menggunakan kain. Adapun tugas menggendong kambing dilakukan oleh pemuka adat dan agama.

Kambing-kambing tersebut diarak keliling desa diiringi suara takbir dan selawat untuk diantarkan ke masjid, dilakukan usai salat Iduladha. Sedangkan pemotongan hewan kurban akan dimulai usai waktu Asar.

4. Songka Bala Accera Kalompoang

Tradisi Songka Bala Accera Kalompoang (dgip.go.id)

Lain lagi di Gowa, Sulawesi Selatan. Melansir dari laman stekom.ac.id, saat hari besar Iduladha, masyarakat Gowa menjalani tradisi yang dinamakan Songka Bala Accera Kalompoang yang berarti menolak bala dengan melakukan ikrar janji.

Konon tradisi ini telah dijalankan secara turun-temurun sejak zaman Kerajaan Gowa. Bahkan, tradisi ini masuk ke dalam daftar warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2018 lalu.

Prosesi yang dilakukan dalam tradisi ini adalah dengan mencuci benda-benda kerajaan menggunakan air suci yang telah dibacakan Al-Fatihah. Selain itu, sebuah mahkota seberat 1.768 akan ditimbang.

Apabila timbangannya menyusut, maka hal tersebut dipercaya sebagai pertanda buruk. Sebaliknya jika angka timbangan bertambah, maka hal tersebut dianggap sebagai pertanda hal baik.

Tradisi ini dilakukan di rumah adat Balla Lompoa yang menjadi istana bagi Raja Gowa setiap tanggal 10 Zulhijjah, tepatnya pada waktu siang hari.

5. Tradisi Apitan

Tradisi Apitan Demak
Tradisi Apitan di Kabupaten Deman, wujud syukur atas hasil bumi yang melimpah (Sumber: Demakkab.go.id)

Sebagaimana diberitakan pada Solopos.com pada Jumat (23/6/2023) sebelumnya, tradisi apitan ini banyak dilakukan oleh masyarakat di daerah Semarang, Demak, Grobogan dan sekitarnya. Tradisi Apitan identik dengan upaya bersih desa.

Salah satu prosesi yang dilakukan dalam tradisi Apitan di antaranya adalah sedekah bumi. Tak hanya itu, tradisi Apitan biasanya dimeriahkan dengan pagelaran seni seperti wayang kulit maupun ketoprak.

Sedekah bumi seperti yang dilakukan dalam tradisi Apitan juga dilakukan di wilayah Yogyakarta yang biasa disebut dengan Grebeg Gunungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya