Solopos.com, SOLO – Wacana penggunaan hak angket oleh DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 kini makin nyaring disuarakan oleh kubu PDI Perjuangan. Meski begitu, Mahfud Md menyatakan hak angket tidak mampu mengubah hasil pemilu.
Penyuaraan penyelidikan via hak angket pertama kali diutarakan oleh Ganjar Pranowo. Hal ini dilakukannya selepas tersiarnya berita soal penggelembungan data suara pada aplikasi Sirekap yang masif.
Melihat ketidakwajaran yang dianggap sebagai kecurangan, Ganjar sontak menyulut upaya penggunaan hak angket oleh DPR. Usulan itu juga menuai respons positif di kubu PDI Perjuangan.
Mahfud yang beberapa waktu lalu memilih tidak ikut campur serta irit bicara perihal tersebut pada dua hari lalu, yakni Selasa (26/2/2024) pagi di media sosialnya X, membuka diskusi menyoal mekanisme hak angket.
Mahfud yang beberapa waktu lalu memilih tidak ikut campur serta irit bicara perihal tersebut pada dua hari lalu, yakni Selasa (26/2/2024) pagi di media sosialnya X, membuka diskusi menyoal mekanisme hak angket.
“Minimal ada 2 jalur resmi untuk menyelesaikan kekisruhan pemilu 2024. 1) Jalur hukum melalui MK yg bisa membatalkan hasil pemilu asal ada bukti dan hakim MK berani. 2) Jalur politik melalui Angket di DPR yg tak bisa membatalkan hasil pemilu tapi bisa menjatuhkan sanksi politik kepada Presiden, termasuk impeachment, tergantung pada konfigurasi politiknya” tulis Mahfud Md di X.
Ia juga menuturkan bahwasannya, antara paslon dan juga parpol dapat menggunakan jalurnya masing-masing.
“Saya Paslon, tak bisa menempuh jalur politik, namun (bisa) masuk melalui jalur hukum. Tetapi Mas Ganjar dan Cak Imin bisa langsung melalui dua jalur karena selain paslon mereka juga tokoh parpol” lanjutnya.
Pemberlakuan penyelidikan oleh DPR selaku Legislatif juga diatur dalam perundang-undangan tepatnya di pasal 73 ayat 3 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 yang bertulis yakni:
“Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan.”
Kata “angket” diambil dari kata dalam Bahasa Perancis “enquete”, yang jika diterjemahkan memiliki arti ‘penyelidikan’.
Dalam artikel jurnal yang ditulis oleh Mei Susanto berjudul Hak Angket Sebagai Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat diuraikan secara singkat bahwa hak angket kali pertama digunakan pada 1367 oleh Parlemen di Inggris yang pada masanya, menggunakan istilah “right to investigate and chastise the abuse of administration” bertujuan untuk menjatuhkan sanksi politik terhadap pejabat pemerintahan.
Di Indonesia, hak angket kali pertama digunakan pada masa Orde Lama lewat inisiatornya Margono Djojohadikusumo, seorang Bapak pendiri Bank Nasional Indonesia (BNI) yang merupakan ayah dari Soemitro Djojohadikusumo sekaligus kakek dari Prabowo Subianto.
Sejarah di balik penggunaan hak angket sering melibatkan kasus-kasus besar. Pada era Soeharto misalnya, hak angket digunakan untuk menyelidiki juntaian harta kekayaan seorang pejabat Pertamina kala itu, Haji Thahir yang setelah diusut ternyata ‘doyan’ menerima gratifikasi.
Hak angket juga pernah menyangkut mantan Presiden keempat, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang kala itu terlibat friksi dengan Parlemen DPR.
Soal penggunaan hak angket tak bisa serta-merta digunakan, diperlukan proses yang memakan waktu juga persetujuan berbagai pihak. Dalam pasal 199 UU. Nomor 17 Tahun 2014 diterangkan hak angket dapat terlaksana apabila:
Meski demikian, DPR juga diperbolehkan untuk menolak usulan pengusutan sebagaimana tercantum dalam Pasal 201 ayat 1 Undang-undang No. 17 Tahun 2014 yang selanjutnya dipertegas dalam ayat terakhir pasal tersebut yang berbunyi:
“Dalam hal DPR menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.” (Solopos.com/Aryo Satryo Tamtomo)