SOLOPOS.COM - Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). (Antara/Galih Pradipta)

Solopos.com, JAKARTA–Pengamat menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang akan dibacakan hari ini merupakan fondasi penting untuk menegakkan eksistensi MK sebagai lembaga penegak konstitusi dan demokrasi Indonesia.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan tidak bisa ada jaminan sepenuhnya putusan MKMK akan memulihkan berbagai kontroversi, spekulasi, serta friksi yang kadung terjadi.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

“Namun, setidaknya putusan MKMK ini menjadi fondasi penting untuk menegakkan eksistensi dan keberadaan MK sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka, independen, dan kredibel,” kata Titi dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Senin (6/11/2023).

Menurut Titi, MKMK digawangi oleh orang-orang yang kredibel dan diyakini mampu bijaksana memutus perkara dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Menurut dia, tiga anggota MKMK, yakni Wahiduddin Adams, Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R. Saragih adalah sosok penting menegakkan eksistensi MK tersebut.

“Banyak spekulasi dan kontroversi terkait dengan putusan MKMK. Namun, semua pihak mestinya menunggu putusan MKMK dan memberikan keyakinan terus-menerus kepada para anggota MKMK untuk memegang teguh komitmen dan integritasnya dalam membuat keputusan terbaik atas laporan yang ditanganinya,” ungkap Titi.

Seperti diketahui, putusan MKMK atas dugaan pelanggaran kode etik akan diumumkan Selasa (7/11/2023) sore nanti, mulai pukul 16.00 WIB. MKMK akan membacakan putusan terkait dugaan pelanggaran etik hakim MK saat memutus Perkara Nomor 90/PPU/XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.

MKMK juga telah melakukan pemanggilan Ketua MK Anwar Usman terkait dugaan pelanggaran kode etik sebagai hakim konstitusi. Dari 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi yang diterima, sebanyak sepuluh di antaranya ditujukan kepada Anwar Usman.

Sementara itu, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos memprediksi putusan MKMK akan memuat pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman.

“Kalau saya lihat pasti Anwar Usman akan dijatuhkan sanksi melanggar etik. Apakah nanti ada embel-embel untuk mengundurkan diri atau diberhentikan itu masih tanda tanya,” ujar Bonar dikutip dari keterangan tertulis yang sama.

Namuun, Bonar berharap Anwar Usman berbesar hati untuk mengundurkan diri. Ia menyebut hal tersebut patut dilakukan untuk menghindari kekhawatiran publik akan terulang, mengingat MK akan berperan sebagai pengadil sengketa hasil Pemilu 2024.

“Seharusnya kalau dia berjiwa besar, melanggar etik ini ‘kan cukup berat, seharusnya dia mengundurkan diri agar tidak terjadi lagi conflict of interest [konflik kepentingan]. Apalagi nanti pada saat putusan-putusan untuk pemilu, nanti ‘kan sengketa melalui MK lagi. Kalau dia masih
tetap menjadi hakim konstitusi, dikhawatirkan akan kembali terulang,” papar dia.

Bonar menilai pengunduran diri Anwar Usman merupakan langkah yang paling tepat sebab tidak ada mekanisme hukuman yang bisa diberikan kepada hakim konstitusi, kecuali yang bersangkutan melakukan tindak pidana. Ia juga berharap putusan MKMK bisa mendorong Anwar Usman melepaskan jabatannya.

“Saya tidak tahu Anwar Usman ini membujuk, memberikan janji, nah kalau itu bisa dikategorikan sebagai tindakan pidana, membujuk menjanjikan sesuatu agar mengikuti arahan dia. Kalau MKMK tidak menemukan hal itu, hanya Anwar Usman kemudian melanggar kode etik Undang-Undang Kehakiman, ya, dia hanya kena pelanggaran etik saja,” kata Bonar.

Secara terpisah, pakar hukum tata negara Universitas Brawijaya Prof. Muchamad Ali Safa’at menyatakan putusan MKMK menjadi penentu dan titik balik untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga tersebut.

“Saya berharap kepada MKMK karena putusan itu, menurut saya yang menjadi titik balik menentukan. Apakah MK bisa berdiri tegak lagi, menjalankan kewenangannya, atau sama sekali orang tidak akan percaya,” kata Ali yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas
Brawijaya Malang.

Mengenai putusan Perkara Nomor 90/PPU/XXI/2023 tersebut, Prof. Ali Safa’at menambahkan jika memang ada bukti pelanggaran kode etik, MKMK memiliki kewenangan untuk meminta hakim kembali melakukan sidang terkait batas usia minimal capres dan cawapres.

“Kalau sampai membatalkan [putusan Perkara Nomor 90], menurut saya agak berlebihan. Namun, kalau meminta [untuk kembali melakukan sidang], menurut saya masih dapat diterima,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya