SOLOPOS.COM - Ilustrasi perdagangan orang. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA – Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya melayangkan panggilan untuk pemeriksaan terhadap dua orang tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mahasiswa yang berkedok magang kerja di Jerman, berikut kronologi kasusnya.

“Yang dua tersangka di Jerman kami panggil yang kedua untuk hadir besok pagi,” kata Djuhandhani dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (26/3/2024), dilansir Antara.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus TPPO berkedok magang kerja di Jerman atau Ferien Job. Kelima tersangka terdiri atas tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki,m. Yakni, ER alias EW, 39, AE, 37, serta AJ, 52. Kemudian, SS, 65, dan MZ, 60.

Dua dari tiga tersangka saat ini statusnya berada di Jerman. Yakni, ER alias EW dan AE.

Menurut Djuhandhani, kemungkinan besar kedua tersangka yang dipanggil pemeriksaan besok tidak akan hadir. “Kemungkinan besar tidak hadir,” katanya.

Untuk itu pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah untuk memproses perkara tersebut. “Nanti kalau tidak hadir kami akan kami terbitkan DPO dan akan berkoordinasi dengan Hubinter Polri,” katanya.

Sementara itu, tiga tersangka lainnya masih dalam proses penyidikan oleh Dittipidum Bareskrim Polri. Ketiganya tidak dilakukan penahanan atas subjektif penyidik dan dikenakan wajib lapor.

“Dengan berbagai pertimbangan tiga tersangka tersebut tidak kami tahan dan kami wajib lapor sampai saat ini terus berjalan,” kata Djuhandhani.

Kronologi Kasus TPPO Terungkap

Kasus TPPO berkedok program magang ini terungkap setelah empat mahasiswa mendatangi KBRI di Jerman yang sedang mengikuti ferien job. Setelah ditelusuri oleh KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 Universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa.

Namun mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi.

Awalnya para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB adanya program magang di Jerman. Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp150 ribu ke rekening PT CVGEN dan membayar sebesar 150 Euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

Setelah LOA terbit korban harus membayar sebesar 200 Euro lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit. Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp30juta – Rp50 juta dimana pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.

Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung di sodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan Ferienjob dalam kurun waktu selama tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2023.

PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas yang dituangkan dalam MoU yang memuat pernyataan bahwa Ferien Job masuk ke program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta menjanjikan program magang tersebut di konversikan ke 20 SKS.

Program tersebut pernah diajukan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu, namun ditolak karena kalender akademik di Indonesia berbeda dengan di Jerman.

Mekanisme program pemagangan dari luar negeri yaitu melalui usulan KBRI atau kedubes negara terkait.

Mahasiwa Korban TPPO Buka Suara

Seorang mahasiswa korban program Ferienjob di Jerman asal Universitas Jambi (Unja) berinisial N, kini berani buka mulut dan mengungkapkan bahwa dirinya selama magang di sana tidak sesuai atau berbeda dengan jurusannya kuliah.

“Saya selama magang mengaku menjadi kuli panggul perusahaan logistik di Kota Bremen, Jerman bukan magang di tempat yang sesuai ilmu yang dituntutnya selama kuliah di salah satu fakultas di Unja,” kata N, masih mengutip Antara.

Mahasiswa Unja inisial N itu juga mengatakan bahwa selama tiga bulan bekerja di Jerman hanya menjadi kuli angkat paket di perusahaan logistik internasional.

“Kerjaan kami cuma jadi kuli angkat paket, mobil kontainer datang kita bongkar dan kita naikan conveyor,” kata mahasiswa Unja yang ikut program Ferienjob itu. Selain itu, ada juga mahasiswa yang pekerjaannya memindahkan dari conveyor dimasukkan ke mobil container untuk didistribusikan.

“Itulah kerjaan kami, cewek cowok tidak ada perbedaan, paket itu ada yang seberat 30 kg dan 40 kg, dan kami di sana diawasi pengawas dan tidak boleh saling membantu,” kata mahasiswa berinisial N itu. Kemudian dirinya juga menjelaskan bahwa banyak mahasiswa yang jatuh sakit pada minggu pertama bekerja menjadi kuli angkut di perusahaan Jerman.



“Intinya magang di sana tidak sesuai ekspektasi kami, walaupun pihak agensi sudah mengatakan bahwa kami magang untuk pekerjaan nonskill cuma kalau kerjaan seperti tidak masuk akal,” katanya.

Mahasiswa berinisial N menambahkan bahwa pada penandatangan kontrak kerja pada 16 Oktober 2023 mahasiswa tidak diperbolehkan untuk menerjemahkan kontrak kerja.

“Kami tidak diberikan waktu untuk membaca atau mentranslate kontrak kerja, mereka maunya cepat, padahal kontrak kerjanya tebal,” katanya lagi.

Sementara itu dari pihak Universitas Jambi sampai saat ini berjanji akan memberikan keterangan resmi terkait sejumlah mahasiswanya yang ikut program program Ferienjob di Jerman yang kasusnya sedang ditangani Mabes Polri atas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya