SOLOPOS.COM - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus saat RDP dengan Direktur Utama PT Bahana Pembina Usaha Indonesia (Persero), Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero). (Istimewa/Laman Resmi DPR RI)

Solopos.com, JAKARTA — Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku mempunyai data intelijen semua partai politik (parpol) menuai kontroversi.

Sejumlah pengamat menilai hal tersebut merupakan ancaman serius terhadap demokrasi.

Promosi Indeks Bisnis UMKM BRI: Ekspansi Bisnis UMKM Melambat tapi Prospektif

Tak hanya pengamat, politikus PDIP Deddy Sitorus juga menyayangkan pernyataan mantan Wali Kota Solo tersebut.

Deddy Sitorus menilai apa yang dilakukan Jokowi berbahaya untuk demokrasi.

“Terlepas Pak Jokowi itu kader PDIP, ini kan bagi peradaban politik ke depan bisa menjadi justifikasi,” ujar Deddy Sitorus, seperti dikutip Solopos.com dari tayangan KompasTV, Senin (18/9/2023).

Ia mengaku belum tahu apakah Presiden mendapatkan data seluruh parpol itu dengan melakukan penyadapan ataukah justru inisiatif parpol sendiri yang memberikan dokumen.

Deddy menyatakan tidak mendengarkan pidato Presiden terkait data intelijen parpol itu secara utuh.

Namun ketika Presiden menyatakan mengetahui jeroan seluruh partai politik, menurutnya, hal itu kabar buruk bagi demokrasi.

“Menurut saya itu negatif. Menurut kami itu tidak baik dalam rangka penguatan masyarakat sipil. Ini sangat berbahaya menurut saya, dari satu sisi ya. Kalau ada kekuasaan negara dipakai untuk mengumpulkan data partai politik, that’s wrong,” tandas Deddy Sitorus yang merupakan politikus PDIP dari Kalimantan Utara itu.

Sebelumnya, analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan pernyataan Jokowi tentang kepemilikan data intelijen parpol merupakan ancaman serius terhadap demokrasi.

Menurutnya, data intelijen tidak tepat dipakai untuk memata-matai gerak-gerik parpol, karena mestinya digunakan untuk kepentingan keamanan negara.

“Penggunaan data intelijen dalam politik adalah isu yang sangat sensitif, karena seharusnya digunakan untuk kepentingan keamanan nasional dan bukan untuk tujuan politik kelompok dan golongan tertentu. Menggunakan informasi intelijen untuk memantau atau memata-matai lawan politik tidak bisa dibenarkan dan dapat merusak integritas sistem politik dan pemilu,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (18/9/2023), dilansir Antara.

Dia mengungkap Presiden seharusnya netral dan tidak memanfaatkan kekuasaan untuk memuluskan agenda pribadi.

Hal ini didukung oleh survei terbaru Voxpol per 2 Agustus 2023 yang menunjukkan bahwa sebanyak 77,3 persen masyarakat mendukung netralitas Presiden selaku kepala negara dalam proses Pilpres 2024.

Dalam data lain, Voxpol juga menemukan bahwa 59 persen masyarakat tidak setuju dan sangat tidak setuju apabila Jokowi cawe-cawe dalam proses Pilpres 2024, sementara 51,4 persen masyarakat meyakini bahwa keterlibatan Jokowi dapat mempengaruhi hasil pemilhan.

“Ancaman terhadap demokrasi sangat nyata saat pemimpin gunakan informasi intelijen untuk politik. Ini merusak kepercayaan publik [trust building] dan melemahkan fondasi demokrasi,” lanjutnya.

Penyalahgunaan data intelijen bukanlah masalah sepele, sambung Pangi, dan ini dapat disebut skandal politik yang sangat memalukan.

Dia juga menyayangkan sikap Jokowi yang membeberkan hal ini ke publik sehingga memantik kegaduhan masyarakat.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan dirinya memiliki informasi komplet dari berbagai sumber mengenai kondisi partai-partai politik, termasuk keinginan dari parpol tersebut.

“Dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana saya tahu. Informasi yang saya terima komplet,” kata Presiden Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Presiden mengatakan dirinya memiliki informasi intelijen dari berbagai pihak, dan juga informasi mengenai data terbaru, hingga survei terkait partai politik.

“Dari intelijen saya ada, BIN (Badan Intelijen Negara). Dari intelijen di Polri, ada. Dari intelijen di TNI, saya punya, BAIS (Badan Intelijen Strategis), dan info-info di luar itu. Angka, data, survei, semuanya ada,” kata Jokowi.

Informasi tersebut hanya dimiliki Presiden Jokowi karena diberikan intelijen secara langsung.

“Dan itu hanya miliknya Presiden. Dia (informasi) itu langsung,” ujar Jokowi.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya