SOLOPOS.COM - Seorang anak pengungsi Rohingya mengenakan gelang penanda dari UNHCR setelah mendarat di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Minggu (10/12/2023). (Antara/FB Anggoro)

Solopos.com, BANDA ACEH — Ribuan etnis Rohingya memilih menantang marabahaya kabur dari kamp penampungan di Bangladesh yang dikisahkan penuh kekerasan antargeng untuk mencari penghidupan baru di indonesia.

Dari berbagai laporan internasional, keadaan yang semakin buruk di tempat-tempat pengungsian Rohingya di Bangladesh, menjadi faktor besar yang mendorong Rohingya mencari tempat lebih baik di negara lain.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Situasi buruk di berbagai kamp pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh, yang sudah menjadi kamp pengungsian terbesar di dunia itu, diperparah oleh kekerasan antargeng kriminal di kamp-kamp pengungsi.

Melansir Antara, menurut BBC, geng-geng penyelundup narkotika dan perdagangan manusia telah mengubah kehidupan di Cox’s Bazar menjadi neraka bagi sejuta Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh pada 2017 guna menghindari penindasan yang sudah mengarah genosida di Myanmar.

Kebanyakan warga Rohingya tak memiliki identitas resmi karena pemerintah Myanmar tak mengakui mereka sebagai warga negaranya, sehingga saat mengungsi ke Bangladesh kebanyakan dari pengungsi tak memiliki dokumen resmi.

Padahal tanpa dokumen resmi, mereka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak di Bangladesh, justru ketika mereka harus makan dan menafkahi keluarganya.

Mustahil mereka terus tergantung kepada bantuan kemanusiaan yang jumlahnya pun tak lagi sebesar dulu. Alhasil, mereka menjadi kian tak berdaya dan frustrasi.

Dalam situasi sulit ini, kelompok-kelompok kriminal masuk merekrut orang-orang putus asa yang mau melakukan apa saja demi bertahan hidup.

Mereka lalu dijadikan target penyelundupan narkotika dari Myanmar ke Bangladesh, dan objek perdagangan manusia. Dari hari ke hari, aksi geng-geng kriminal ini makin meresahkan.

Mengutip laporan BBC, sampai pertengahan Juli tahun ini sudah 48 orang terbunuh akibat kekerasan antargeng kriminal, padahal tahun lalu “baru” 40 orang.

Saat bersamaan Bangladesh mulai jenuh menampung pengungsi Rohingya.

Awalnya keputusan menerima pengungsi Rohingya sudah menjadi kesepakatan bersama di negara mayoritas Muslim tersebut.

Namun, mengutip laporan Sri Lanka Guardian pada 11 Desember 2023, setelah enam tahun berlalu, banyak warga Bangladesh menjadi tak sabar menghadapi situasi ini, khususnya warga Bangladesh yang tinggal di Cox’s Bazar.

Mungkin karena ini pula Pemerintah Bangladesh merelokasi sebagian pengungsi Rohingya ke daerah terpencil di Pulau Bhasan Char.

Banyak penduduk Bangladesh, bahkan tak lagi ingin mempertahankan Rohingya di Bangladesh, sekalipun hanya sementara, sampai menunggu kondisi aman untuk kembali ke Myanmar.

“Kami tak melihat opsi lain, kecuali pemulangan secara aman pengungsi Rohingya,” kata Menteri Informasi Bangladesh Hasan Mahmud, seperti dikutip Dhaka Tribune, akhir Agustus lalu.

Sementara, Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Kalam Abdul Momen mendesak dunia dan kawasan terdekat Bangladesh, untuk aktif membantu warga Rohingya kembali ke Myanmar dengan selamat, aman, dan bermartabat.

Para pengungsi Rohingya sendiri masih berharap bisa kembali ke Myanmar, tetapi mereka tahu pasti Pemerintah Myanmar tak akan mau menjamin keamanan dan keselamatan mereka.

Faktanya, Myanmar memang terlihat menjadi pihak yang paling tidak serius dalam masalah repatriasi Rohingya. Sayang, sikap ASEAN yang menaungi Myanmar pun tak cukup kuat dalam mendorong repatriasi Rohingya.

Padahal kegagalan dalam merepatriasi warga Rohingya justru menciptakan situasi membahayakan di kamp-kamp pengungsian Rohingya yang membuat sebagian dari mereka nekat pergi ke negara lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya