SOLOPOS.COM - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memberikan keterangan usai memeriksa hakim konstitusi di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (2/11/2023). MKMK menjadwalkan pemeriksaan kedua terhadap Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman sebelum pembahasan rancangan putusan pada Sabtu (4/11) dan sidang putusan pada Selasa (7/11) dari 21 laporan yang diterima. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.

Solopos.com, JAKARTA — Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow mengatakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memenuhi rasa keadilan publik menjadi kunci utama untuk memulihkan wibawa MK.

Menurutnya, saat ini citra MK buruk di mata publik karena dianggap menjadi alat politik kekuasaan.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Jeirry mengatakan mendorong MKMK untuk menjalankan peran dan fungsinya secara baik dan lurus merupakan langkah yang efektif agar bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga penjaga konstitusi tersebut.

“Saya kira berharap banyak dari MKMK itu jauh lebih strategis dan efektif. Mudah-mudahan mereka tetap berkomitmen menjaga muruah MK, tidak terjebak atau tidak terpengaruh dengan urusan politik yang berkelindan dalam putusan MK,” kata Jeirry dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (3/11/2023).

Oleh karena itu, Jeirry mendorong publik bersama-sama memperkuat dan mendukung kinerja MKMK.

Dia juga mengajak publik untuk mendorong anggota MKMK berpikir dengan perspektif seorang negarawan.

“Bagi saya itu jauh lebih efektif dan jauh lebih bisa dipercaya publik. Kita juga harus dorong, hakim MKMK memang betul-betul berpikir sebagai negarawan, yang tidak terjebak pada kepentingan politik tertentu atau dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik yang memang berkelindan cukup kental dalam kasus putusan MK ini,” ujarnya seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Menurut dia, apabila MKMK tidak mampu menghasilkan putusan yang jernih maka akan muncul permasalahan yang lebih besar, yakni hilangnya kepercayaan publik pada MK, padahal bangsa Indonesia akan menyambut Pemilu 2024.

“Kalau itu tidak ada lagi, kita akan jadi tambah rumit,” ujar dia.

Jeirry menilai putusan MKMK lebih efektif mengembalikan muruah MK daripada wacana hak angket DPR.

“Sebagai sebuah hak sih oke-oke saja, tapi kalau hak angket itu digagas untuk kepentingan politik, saya kira tidak akan berhasil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Itu soalnya,” imbuh Jeirry.

Peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus mengatakan penggunaan hak angket DPR terhadap MK kurang tepat.

Menurutnya, hampir semua pakar tata negara menganggap hak angket DPR merupakan instrumen pengawasan legislatif kepada eksekutif, sementara MK adalah lembaga yudikatif.

“Secara prinsip kerja lembaga yudikatif itu, ya, mestinya tak bisa diselidiki oleh lembaga politik seperti DPR,” papar Lucius.

Lucius menilai DPR tidak terlepas dari kepentingan politik sehingga ia khawatir lembaga itu tidak bisa netral dalam menilai sebuah keputusan, terutama keputusan yang masih berkelindan dengan dunia politik.

Menurut dia, isu terkait angket kepada MK lebih merupakan isu elite. Lucius memandang bahwa syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden tidak berkorelasi secara langsung dengan kepentingan rakyat.

“Oleh karena itu saya kira terkait keputusan MK soal syarat capres-cawapres, jelas bukan objek yang tepat untuk dijadikan alasan penggunaan angket oleh DPR,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya