SOLOPOS.COM - Habib Husein Ja'far Al Hadar memberikan tausiah dalam Festival Hijriah hadir di GOR Sritex Solo, Jawa Tengah, Sabtu (5/8/2023) malam. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Dai muda, Habib Husein Ja’far Al Hadar urun pendapat terkait gawe besar Pemilu 2024 di mana lebih dari 50%-nya merupakan pemilih pemula.

Habib Ja’far mengungkapkan pentingnya melek politik dan berkontribusi pada Pemilu 2024 dengan mencontoh demokrasi ala Nabi Muhammad SAW.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

“Menjelang Pemilu 2024, masyarakat Indonesia harus mulai melek politik. Setidaknya ikut memeriahkan pemilu dengan damai, menggunakan hak pilih dan memahami siapa yang akan dipilih. Jangan sampai keluguan, dan ketidaktahuan terhadap politik dan demokrasi, malah dimanfaatkan untuk memecah belah bangsa,” kata Habib Ja’far dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Menurutnya, tujuan utama politik adalah untuk membangun bangsa. Oleh karena itu masyarakat harus mengetahui profil para kandidat serta menjaga stabilitas nasional, kerukunan umat beragama dan persatuan bangsa dalam merayakan pesta demokrasi.

Jangan sampai, kata dia, demi kemenangan semata persatuan Indonesia tergadaikan oleh politik praktis.

“Pembangunan bangsa itu basic utamanya adalah persatuan. Nah, politik identitas itu artinya politik yang menggunakan identitas untuk perpecahan. Sehingga sudah seharusnya itu ditolak karena bertentangan dengan prinsip dasar dalam politik, yaitu membangun bangsa dengan persatuan,” ujar Habib Ja’far, seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Habib Ja’far mencontohkan salah satu praktik politik Nabi Muhammad SAW yang patut dicontoh adalah Piagam Madinah.

Menurutnya, Piagam Madinah itu adalah salah satu piagam paling demokratis dan tetap relevan hingga saat ini yang pernah ada dalam sejarah umat manusia.

“Ketika menjadi pemimpin di Madinah, Nabi melihat siapapun yang ada di Madinah, dilihat dalam perspektif sebagai kewargaan. Tidak dalam perspektif identitas agamanya, tidak dalam perspektif identitas sukunya. Sehingga siapa saja dari suku manapun dan agama apapun dilindungi, selama mereka mau hidup damai, saling menghormati, saling toleran satu sama lain,” lanjutnya.

Habib Ja’far mengatakan politik Nabi Muhammad berorientasi kepada rahmatan lilalamin, rahmat bagi semesta.

Ia menjelaskan, Muhammad S.A.W saat itu menjadi pemimpin Madinah bukan karena seorang Nabi dari kalangan umat Islam.

“Namun, Muhammad seorang yang dipercaya oleh siapa saja yang ada di Madinah saat itu lantaran alamin, terpercaya sebagai seorang pemimpin,” ucap Habib Ja’far.

Oleh karena itu, dia menyerukan agar masyarakat memilih bukan karena sosok, identitas (suku, agama, ras, budaya) melainkan karena nilai yang diperjuangkan dari para kandidat.

Menurutnya, sosok itu suatu hari mungkin berkhianat, mungkin berganti visi, mungkin berganti nilai.

“Keberpihakan kita kepada nilai bukan kepada sosok. Maka tidak ada istilah kalah, karena begitu dia menang walaupun dia bukan sosok yang kita jagokan. Tapi yang kita jagokan adalah nilai, sehingga kita akan terus kawal dia memperjuangkan nilai yang positif,” tegas lulusan Magister Ilmu Alquran dan Tafsir Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya