SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi bersama Ibu Negara Iriana Jokowi, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, Selvi Ananda, Jan Ethes Srinarendra, dan La Lembah Manah mengunjungi kawasan wisata Solo Safari, Jurug, Solo, Senin (23/1/2023). (Istimewa/Biro Pers Setpres/Muchlis Jr)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) disomasi oleh para advokat yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara. Somasi ini dilayangkan berkaitan dengan putusan MK yang dianggap memuluskan langkah putranya sebagai cawapres.

Somasi ini dilayangkan oleh kelompok tersebut kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) pada Rabu (6/12/2023) sekitar pukul 13.30 WIB. Koordinator TPDI-Perekat Nusantara Petrus Selestinus berpendapat bahwa Jokowi melakukan penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan anomali dalam pemerintahan dan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“[Kami] menegaskan beberapa hal penting terkait putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 dengan segala dampak ikutannya. Putusan MK No.90 dimaksud, sebagai puncak gunung es, yang membuka tabir dinasti politik dan nepotisme dalam pemerintahan Presiden Jokowi, dan berpotensi membawa malapetaka bagi bangsa Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulis.

Menurutnya, hal ini telah melenceng dari landasan negara seperti UUD 1945, TAP MPR RI dan undang-undang. Petrus juga berargumen bahwa saat ini publik menyaksikan satu per satu institusi negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga aparat penegak hukum mengalami “perusakan secara sistemik” akibat putusan MK soal syarat usia capres-cawapres itu.

Sebagaimana diketahui, langkah Gibran Rakabuming Raka yang melenggang mulus sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto menuai kontroversi. Gibran bisa maju karena putusan terbaru Mahkamah Konstitusi tentang perubahan batas usia capres-cawapres.

Akibat hal tersebut, paman Gibran, Anwar Usman yang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pun dicopot dari jabatannya.

Dalam putusan terbaru MK disebutkan aturan mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan pemaknaan baru melalui Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam pertimbangan yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, MK menegaskan, adanya hierarki dalam jenjang pemerintahan, maka syarat batas usia untuk menjadi presiden, gubernur, bupati/walikota pun dibuat secara berjenjang.

Untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden yakni berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun (Pasal 169 huruf q UU 7/2017), calon gubernur/wakil gubernur berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun, dan calon bupati/wakil bupati serta calon walikota/wakil walikota berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun [Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang].

Desain politik hukum pembentuk undang-undang membuat tingkatan batas usia seperti ini boleh jadi dimaksudkan untuk mengakomodir apabila ada kemungkinan seseorang menjalani jenjang karier sebagai kepala daerah dimulai dari tingkatan yang paling bawah, yakni kota, kabupaten, dan provinsi.

Polemik batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan pada Senin (16/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya