SOLOPOS.COM - Narasumber film dokumenter Dirty Vote. (Youtube)

Solopos.com, SOLO — Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar melalui film dokumenter Dirty Vote mengungkap berbagai skandal dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Pengajar hukum di Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyatakan bahwa pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Prabowo-Gibran, terus memimpin dalam berbagai lembaga survei.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Tren survei yang belakangan ini tembus di atas 50% memicu optimisme dari kubu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk menyelenggarakan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 satu putaran.

Zainal menyatakan jika pemilu berlangsung dua putaran, hal itu tidak akan menguntungkan kubu 02 karena berpotensi kalah.

“Kembali pertanyaannya soal mengapa satu putaran? dua putaran itu membuat risiko kekalahan bagi orang yang sedang memimpin itu menjadi besar,” katanya, di film yang dirilis di Yotube, Minggu (11/2/2024).

Dia menjelaskan secara ilmu politik dan hukum tata negara, pertarungan pemilu seringkali melahirkan dikotomi (membagi dua kelompok).

“Dikotomi antara status quo dan perubahan, antara orang yang jualannya adalah melanjutkan yang terdahulu, dengan orang yang jualannya adalah ingin melakukan perubahan atau perbaikan secara mendasar,” ujarnya di tengah film Dirty Vote. 

Dia menegaskan bahwa dikotomi bukan khas Indonesia, tetapi bisa terjadi di berbagai belahan negara di dunia. Bahkan, dia mengungkap dalam tingkat lokal pernah terjadi dikotomi, yaitu pada kontestasi Pilkada DKI Jakarta.

“Kalau Anda lihat Pilkada DKI Jakarta, menurut data survei secara konstan sebenarnya pasangan Ahok dan Djarot yang kita ketahui didukung juga oleh Presiden Jokowi senantiasa secara konstan memenangkan posisi paling atas dari semua survei,” ucapnya.

Dalam film Dirty Vote itu dia menjelaskan bahwa jika dilihat dari hasil putaran pertama, memang Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan Djarot memenangkan survei paling atas, diikuti oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, serta disusul Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Silviana.

“Tetapi yang terjadi adalah putaran kedua keadaan tersebut berbalik, mengapa berbalik? Karena bersatunya kekuatan pengkritik atau bersatunya kekuatan yang melawan orang yang paling teratas itu Anies dan AHY, seakan-akan memiliki angka penjumlahan antara jumlah suara Anies dan AHY pada saat itu,” ujarnya.

Menurutnya, itu sebabnya kemudian pasangan yang didukung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu, yaitu Ahok dan Djarot harus kalah. Sementara itu, dia mengatakan hal lain yang harus diingat adalah munculnya gerakan gerakan empat jari.

“Gerakan empat jari itu seakan-akan menjadi tawaran seakan-akan menjadi simbol bahwa ke depan dalam Pilpres kali ini adalah penggabungan kekuatan 01 dan 03 melalui gerakan empat jari atau gerakan 04,” ujarnya.

Seperti diketahui, paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran mengeklaim selalu mendapatkan lebih dari 50% dalam survei, dan meyakini akan satu putaran Pemilu. Sementara, muncul gerakan empat jari, yang diduga paslon nomor urut 01 dan 03 akan bergabung dan berkoalisi melawan 02 di putaran kedua.

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Film Dirty Vote Ungkap Skandal di Balik Wacana Pemilu 1 Putaran”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya