SOLOPOS.COM - Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Profesor hukum UGM yang dikenal sebagai pembela Presiden Jokowi, Edward Omar Sharif Hiariej, resmi menjadi tersangka kasus gratifikasi Rp7 miliar dari sebuah perusahaan tambang.

Edward Omar Sharif Hiariej yang kerap dipanggil dengan nama Eddy Hiariej itu menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) mendampingi Menkumham Yassona Laoly.

Promosi Direktur BRI Tinjau Operasional Layanan Libur Lebaran, Ini Hasilnya

Publik mulai mengenal Eddy Hiariej pada tahun 2019 saat ia menjadi saksi ahli bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi.

Setelah itu wajah Eddy kerap muncul di televisi nasional sebagai narasumber yang membela pemerintah Jokowi.

Salah satu yang diingat publik adalah saat Eddy tampil membela Jokowi yang disebut Rocky Gerung dengan kata-kata kasar, belum lama ini.

Ketika ucapan Rocky Gerung itu viral dan membuat Eddy Hiariej langsung pasang badan.

Ia menantang Rocky Gerung yang mengkritik kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara atau IKN di Kalimantan Timur.

Rocky menyebut sang Presiden dengan kata kasar seperti ‘bajingan tolol’ lantaran kebijakannya memindah Ibu Kota Republik Indonesia saat ini dianggapnya tidak tepat.

Eddy menganggap pernyataan Rocky Gerung keterlaluan. Ia lantas menantang Rocky Gerung bersuara yang sama jika masih ada di masa Orde Baru Soeharto.

“Coba dia berani bilang ‘bajingan tolol’ di zaman Pak Harto. Kalau enggak pulang, ya tinggal nama,” tantang Eddy dalam sejumlah kesempatan.

Eddy Hiariej kembali tersorot kamera saat kasus kopi sianida Jessica Wongso jadi perbincangan publik setelah diangkat dalam film di Netflix.

Ketika kasus Jessica Wongso disidangkan pada tahun 2016, Eddy Hiariej menjadi saksi ahli dari Polda Metro Jaya.

Dalam kesaksiannya, Eddy menyatakan dirinya yakin Jessica Wongso adalah tersangka pembunuhan terhadap Mirna Salihin.

Alasan Eddy ketika itu adalah karena mengantongi 30 bukti kuat (hard evidence) peran Jessica Wongso dalam meninggalnya sang kawan tersebut.

Eddy meyakini dua saksi Devi dan Hani tidak turut meminum kopi bekas Mirna Salihin dan hanya mencicipi.

“Jika Devi dan Hani ikut meminum, maka mereka akan meninggal dunia seperti Mirna,” katanya.

Kontroversi berikutnya adalah kritikannya kepada pemerintah pada tahun 2020 terkait Undang-Undang Cipta Kerja.

Ketika itu Eddy masih menjadi akademisi dan belum menjadi pejabat negara.

Menurut Eddy, UU Cipta Kerja berpotensi menjadi “macan kertas” karena tidak dilengkapi sanksi yang efektif.

“UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan prinsip titulus et lex rubrica et lex, yang artinya isi dari suatu pasal itu harus sesuai dengan judul babnya. UU Ciptaker hanya memiliki sanksi administrasi. Padahal, sanksi administrasi dan sanksi pidana itu merupakan dua hal yang berbeda jika diartikan secara prinsip,” katanya.

Namun tak lama setelah itu Eddy Hiariej diangkat sebagai Wamenkumham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya