SOLOPOS.COM - Wasekjen Partai Nasdem yang juga mantan aktivis 1998, Dedy Ramanta. (Tangkapan Layar Youtube EsposLive)

Solopos.com, SOLO — Perubahan zaman mestinya tidak menghalangi generasi muda, terlebih para aktivis mahasiswa untuk menyampaikan kritik guna mendukung pembangunan bangsa. Meski aksi turun ke jalan sudah jarang ditemui, generasi muda bisa menyampaikan sikap dan berdialektika lewat media sosial.

Wasekjen Partai Nasdem yang juga mantan aktivis 1998, Dedy Ramanta, mengakui adanya pergeseran di kalangan mahasiswa saat ini, dibandingkan dengan 1998 atau di bawah tahun 2000, khususnya terkait sikap kritis mereka.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Menurutnya hal itu bisa terjadi karena beberapa faktor. Pertama, saat ini di dunia perkuliahan juga telah mengalami pergeseran dalam hal kebijakan.

Dia mengatakan pada 2000 ke bawah, tidak mengenal sekolah atau kuliah dibatasi hanya 4 tahun atau 5 tahun. Bahkan dulu mahasiswa semester 12, 14 bahkan 16 masih banyak dijumpai di kampus-kampus negeri karena tidak ada sistem DO atau drop out waktu itu.

“Dengan begitu passion untuk kritis, membaca, berdialektika dengan organisasi, berdinamika dengan rakyat langsung itu mendapatkan ruang pembelajaran dan waktu yang luas,” kata dia.

Selain itu menurutnya biaya kuliah pada masa itu tidak terlalu mahal. Sementara sekarang ini, orientasi perguruan tinggi mulai menunjukkan pergeseran. Mahasiswa yang menjalani masa pendidikan lebih dari yang ditentukan akan terancam DO.

Hal itu mungkin yang membuat mahasiswa saat ini memilih lebih fokus pada studinya agar segera lulus dan bekerja. Menurutnya hal ini juga membuat tantangan bergeser, dari yang sebelumnya berdialektika terhadap situasi faktual di lingkungan, sekarang lebih aktif di dalam profesional keilmuan.

“Orang-orangnya menjadi pintar dan profesional, namun mungkin berjarak dengan realita sosial,” kata dia.

Meski begitu dengan dukungan teknologi yang ada sekarang, mestinya bisa mengatasi persoalan tersebut. Walaupun berjarak dengan realita sosial, generasi muda sekarang punya sarana lain untuk memperjuangkan ekspresinya. Keberadaan media sosial bisa menjadi ruang untuk memproduksi gagasan-gagasan kritis mereka.

Menurutnya cara itu juga bisa mengubah jalannya kebijakan. Dia pun mencontohkan salah tentang peristiwa yang sempat viral beberapa waktu terakhir. “Dimana hanya dengan video TikTok, seorang Presiden harus datang ke Lampung,” lanjut dia.

Jadi, meski ada pergeseran pola, namun sepanjang membawa gagasan keadilan sosial, menurutnya itu akan menjadi hal yang luar biasa. Bahwa kebangsaan ini harus diisi dengan satu pilar yang namanya keadilan sosial. Secara pribadi dia juga mengapresiasi dengan segala passion yang dimiliki anak muda sekarang yang mengabdikan dirinya dalam ruang kritik di media sosial. Menurutnya hal itu juga sangat penting.

Dia juga menegaskan bahwa di Solo, pada Mei ini merupakan adalah bulan yang sangat penting. Sebab pada 1 Mei 1998 menjadi salah satu hari dimana ratusan buruh bergabung dengan ribuan mahasiswa di depan UNS. Mereka menyatakan bahwa keberadaannya saat itu adalah memastikan jika bangsa ini akan tetap berdiri sepanjang ada keadilan dan tidak ada penindasan.

“Saya selalu mengenang peristiwa itu sebagai titik tolak kita memabangun nation dan jalan arah bangsa kita ke depan,” kata Dedy.

Menurutnya, problem kebangsaan Indonesia saat ini adalah keadilan sosial. Dia mencontohkan tentang indeks pembangunan yang semakin menurun termasuk kesenjangan ekonomi di mana gap antara yang kaya dan miskin yang semakin melebar.

“Atas itu maka saya kira peneguhan atau sikap kita terhadap konstitusi juga harus semakin tebal. Bahwa kita harus mengakui adanya ketidakadilan sosial, kita harus akui itu. Maka kemudian kritik itu harus diberikan ruang pada siapapun. Sebab dengan kritik itu kita mendapatkan view yang lain dari proses jalan kebangsaan kita,” kata Dedy.

Sementara dalam konteks kekinian, yang perlu terus digaungkan adalah bahwa apapun yang terjadi terkait problem ekonomi, politik, maupun sosial, itu merupakan dinamika.

“Kita punya satu konstitusi, dimana pembukaannya meneguhkan kepada kita bahwa keberadaan bangsa ini, dengan beragam macam cerita dan suka dukanya, tetap akan menjadi bangsa yang besar dengan tetap berpegang pada nilai-nilai yang diwariskan para pendiri bangsa di dalam konstitusi yang kita sepakati,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya