SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyesalkan tuntutan hukuman mati terhadap Antasari Azhar dan Wiliardi Wizard, terdakwa kasus dugaan pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasruddin Zulkarnaen.

“Tuntutan hukuman mati ini kembali menjadi lonceng peringatan persoalan hak asasi manusia, di mana penerapan hukuman mati merupakan pelanggaran terhadap hak sipil yang fundamental,” kata Ketua Badan Pengurus YLBHI Patra M Zen di Jakarta, Rabu (20/1).

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

YLBHI secara tegas menolak segala bentuk penerapan hukuman mati di Indonesia karena melanggar hak asasi manusia dan konstitusi.

“Konstitusi republik ini, UUD 1945, secara tegas
menyatakan hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun,” kata Patra.

Selain itu, lanjutnya, sejak 2005 Indonesia sudah meratifikasi Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang juga secara tegas menjamin setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya.

“Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang,” katanya.

Di level internasional, kata Patra, PBB telah beberapa kali mengeluarkan seruan moratorium atau penghentian hukuman mati terhadap negara-negara yang masih menerapkannya.

Dikatakannya, hukuman mati selama ini terbukti tidak mempunyai landasan empirik dan ilmiah yang valid untuk membuat jera pelaku kejahatan atau membuat efek preventif bagi para calon pelaku.

“Oleh karenanya, penerapan hukuman mati tidak lagi mempunyai landasan yang kuat, selain hanya sebagai pembalasan atas kejahatan yang dilakukan,” katanya.

Dalam reformasi hukum pidana, katanya, penting untuk menciptakan restoratif justice yang membuat para pelaku kejahatan akan mampu memperbaiki dirinya selama menjalani hukuman.

“Model penghukuman yang bersifat retributif atau pembalasan sudah selayaknya ditinggalkan,” katanya.

YLBHI mendesak Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung memperbaiki sistem peradilan pidana dan berkontribusi bagi reformasi hukum pidana yang senafas dengan penghormatan hak asasi manusia universal.

ant/fid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya