SOLOPOS.COM - Ilustrasi vaksin BCG yang didistribusikan ke puskesmas. (JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)

Vaksin palsu membuat nama dr. Indra Sugiarno disorot. Keluarga membantah dokter itu memberikan vaksin palsu.

Solopos.com, JAKARTA — Keluarga dr Indra Sugiarno melakukan perlawanan. Mereka menolak dr Indra disalahkan sebagai oknum pemberi vaksin palsu. Selama ini, dr Indra mengklaim tak mengetahui vaksin itu palsu. Malah, vaksin yang sama juga diberikan pada anak cucunya.

Promosi BRI Hadiahkan Mobil dan Logam Mulia kepada Pemenang Super AgenBRILink

Dalam pernyataan tertulis yang dikutip Solopos.com dari Detik, Minggu (17/7/2016), keluarga dr indra menyatakan prihatin terhadap kasus vaksin yang meluas. Namun pihak keluarga menerangkan, dr Indra sudah bersumpah tidak tahu vaksin yang diberikannya palsu. “Beliau juga menyuntikannya untuk anak dan cucunya,” terang pihak keluarga.

Dini, istri dr Indra Sugiarno menegaskan suaminya tak pernah mencari untung lewat bisnis vaksin palsu. Pendapatannya sehari-sehari sebagai dokter anak, sudah lebih dari cukup. Apalagi anak-anaknya pun sudah hidup mapan.

Dini menceritakan kondisi keuangan keluarganya yang sudah cukup baik. Tak perlu lagi mencari dana tambahan lewat vaksin palsu. Pendapatannya sehari bisa mencapai Rp6 juta. “Sehari bisa mencapai Rp 6 juta,” kata Dini. Sebelumnya Dini merinci dari mana pendapatan itu, namun belakangan dia meminta agar rincian penghasilan suaminya tak dibeberkan.

Sedangkan soal kabar dr Indra menerima Rp6 juta per bulan dari vaksinasi, Dini menegaskan itu tidak benar. Uang yang diperoleh dari hasil penjualan vaksin dipegang oleh suster dan dibagikan pada petugas kebersihan. “Kebutuhan dia enggak banyak. Anak kita 3 orang udah jadi semua, udah mapan. Tinggal dua, satu udah kuliah satu SD,” paparnya.

Menurutnya, dr Indra juga tinggal di pinggiran kota sehingga biaya hidupnya tidak terlalu tinggi. “Buat apa kita berbisnis seperti itu?” tanyanya.

Sedianya, Dini tak mau banyak bicara. Namun karena dia diserang oleh berbagai opini, akhirnya Dini memutuskan untuk melawan. Dia juga sempat menuding ada kemungkinan keterlibatan dokter lain di kasus ini.

Sebelumnya, salah seorang orang tua pasien di RS Harapan Bunda menyebut, pembayaran vaksin melalui dr Indra, tak masuk ke rumah sakit, namun dibayarkan ke suster. Pembayaran pun menggunakan kuitansi biasa.

Apa penjelasan dr Indra soal ini? Dini menegaskan, inisiatif pembayaran itu diatur oleh suster. “Itu yang ngatur suster. Dia enggak ikutan. Yang ngatur pembayaran ke S pun itu suster,” terangnya.

Karena itu, pihak keluarga menyebut dr Indra juga sebagai korban. Mereka lalu menyebut kemungkinan adanya keterlibatan dokter lain dan kesalahan manajemen di RS Harapan Bunda. Namun belum ada konfirmasi dari Dirut RS Harapan Bunda, dr Finna.

Berikut pernyataan lengkap keluarga dr Indra:

Berikut pernyataan lengkap keluarga dr Indra:

Assalamualaikum wr wb,

Dear pasien-pasien Dr Indra, atas nama keluarga, saya menyampaikan rasa prihatin dan dukacita yang mendalam atas apa yang terjadi terhadap kita semua. Demi Allah saya yang menulis ini bersumpah bahwa Dr Indra tidak pernah tahu bahwa vaksin yang digunakannya adalah palsu. Beliau juga menyuntikannya untuk anak dan cucunya.

Tidak pernah ada niat sedikit pun untuk berbisnis dan mengambil keuntungan dari bisnis tersebut untuk menafkahi keluarganya. Harga diri, profesi, anak kandung dan cucu kandung Dr Indra serta pasien-pasien yang divaksin dari sumber yang sama adalah korban.

Segalanya bermula dari kelangkaan vaksin pada awal 2016, di mana sebagai dokter beliau ingin memberikan yang terbaik yaitu menyediakan dan melakukan imunisasi kepada pasien-pasiennya, termasuk cucu dan anaknya.

Adalah seorang sales bernama S yang menjual vaksin kepada hampir semua dokter di RS Harapan Bunda. Dr Indra baru menggunakan vaksin yang dijual oleh S pada periode Februari sampai Juni 2016. Setelah sebelumnya mengetahui dokter-dokter anak lainnya di RS Harapan Bunda telah menggunakan vaksin dari saudara S tersebut untuk imunisasi bagi pasien-pasien mereka. Untuk semakin meyakinkan dirinya Dr Indra meminta S bersumpah atas nama Allah bahwa vaksin yang dijualnya adalah asli dan S pun bersumpah bahkan di hadapan seorang suster bernama Eka.

S diketahui sebagai sales sebuah perusahaan obat besar. Dengan latar belakang pekerjaan Syahrul tersebut dan penggunaan vaksin yang dijual S kepada dokter-dokter anak lain di RS Harapan Bunda sebelumnya, maka Dr Indra yakin bahwa vaksin tersebut asli.

Lalu pertanyaannya, mengapa opini publik sedemikian rupa seolah Dr Indra hanyalah dokter satu-satunya yang menggunakan vaksin palsu di RS Harapan Bunda dan menjadikan dia sebagai public enemy. Padahal kalau kita fikir dalam-dalam, Dr Indra adalah korban, anak dan cucunya juga korban, dan pasien-pasien yang sangat dicintainya juga korban.

RS Harapan Bunda lah yang menyerahkan Dr Indra seorang diri kepada Bareskrim sedangkan dokter-dokter lain yang menggunakan vaksin dari sumber yang sama dibiarkan bebas. Lalu bagaimana pertanggungjawaban RS Harapan Bunda yang tidak memiliki regulasi yang jelas dalam mengatur penggunaan vaksin yang digunakan oleh dokter-dokter anak di sana.

Kini RS Harapan Bunda, Kemenkes, BPOM, dan masyakarat seolah hanya melimpahkan semua kesalahan kepada Dr Indra seorang diri. Rumah sakit yang seharusnya memberikan perlindungan dan pendampingan kepada Dr Indra pada saat diperiksa di Bareskrim menjadikan Dr Indra seolah sebagai tumbal atas kelalaian pengawasan dan regulasi yang menjadi tanggung jawab rumah sakit dan Pemerintah. Surat edaran internal keharusan menggunakan vaksin dari RS baru dikeluarkan RS Harapan Bunda pada tanggal 24 Juni 2016.

Terkait selisih harga sebesar total Rp 6 juta yang diperoleh dari penjualanan vaksin, 1 rupiah pun tidak pernah digunakan untuk menafkahi keluarganya. Selisih harga yang tidak seberapa besar tersebut diatur oleh suster dan dinikmati secara bersama-sama oleh suster dan cleaning service yang berjumlah 52 orang. Jadi tuduhan bahwa Dr Indra berbisnis dari vaksin palsu tersebut sungguh suatu fitnah yang keji. Sampai detik terakhir penangkapan oleh Bareskrim, beliau menafkahi keluarganya dari jasa praktek profesi dokter.

Untuk diketahui rata-rata pasien Dr Indra per hari dari 2 rumah sakit adalah sebanyak 50-100 orang. Belum lagi dari jasa visit rawat inap dan pendampingan operasi caesar yang rutin ada setiap harinya. Jumlah dari fee profesi tersebut sudah lebih dari cukup, mengingat saat ini Dr Indra hanya menanggung 2 anak, karena 3 anak terdahulunya sudah memiliki penghasilan sendiri dan mapan.



Mestinya yang harus sama-sama kita cermati adalah pengelolaan manajemen limbah RS Harapan Bunda yang memungkinkan Suster Irna menjadi pengepul limbah botol vaksin yang seharusnya dimusnahkan oleh RS Harapan Bunda. Karena dari limbah botol vaksin tersebutlah tercipta vaksin palsu yang melukai dan mengancam kita semua. Jadi isu tentang kelangkaan vaksin, manajemen limbah yang kacau, dan pengawasan peredaran obat yang abai, dilokalisir kejahatannya hanya kepada Dr Indra seorang diri. Padahal merekalah yang sesungguhnya bertanggung jawab atas ini semua. Mereka berlindung dari keluguan Dr Indra.

Waktu diawal isu vaksin mencuat, Dr Indra sudah pernah menyampaikan solusi kepada salah satu petinggi IDAI. Untuk dilakukan penelitian 30 by seven. Dimana tujuannya adalah menemukan berapa presentase jumlah bayi yang imun. Bila tercapai 70 persen maka vaksinasi ulang tidak perlu dilakukan. Jika ini dilakukan, seharusnya kegaduhan sosial ini tidak akan terjadi karena jelas apa yang bisa diperbuat baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Sayangnya media dan masyarakat sudah terkooptasi untuk menyudutkan Dr Indra dan seolah-olah kejahatan telah diperbuatnya. RS Harapan Bunda, Kemenkes, dan BPOM telah berhasil secara jitu melokalisir isu nasional yang notabene menjadi tanggung jawab mereka, melimpahkan segala keteledoran yang mereka perbuat kepada Dr Indra. Bahkan komunitas dibentuk untuk menyudutkan dan menghakimi Dr Indra sebagai penjahat. Pemerintah yang seharusnya mampu memberikan rasa aman dan tentram kepada masyarakat dan memberikan solusi yang mencerahkan dan mencerdaskan, malah memberikan keputusan populis semata yang berujung pada rasa insecure masyarakat.

Satu hal lagi yang ingin kami sampaikan. Concern Dr Indra terhadap kesehatan dan perlindungan bayi dan anak Indonesia kami yakin tidak pernah pudar. Hingga detik terakhir komunikasi saya dengannya yang menjadi beban pikirannya adalah pasien-pasiennya. Karena dia yang sangat tahu riwayat kesehatan mereka. Oleh karena itu kehadiran Dr Indra untuk hadir dan mendampingi korban vaksin palsu dan memberikan ketenangan kepada mereka sangat dibutuhkan. Belum lagi pasien-pasien rawat inap terutama bayi baru lahir selalu menjadi beban pikirannya.

Demikian kiranya. Semoga kita dapat saling support, menguatkan satu sama lain untuk melawan kekuatan entah apa di balik semua ini. Bagi yang masih mendukung dan percaya kepada Dr Indra kami ucapkan beribu terimakasih dan mohon doa selalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya