SOLOPOS.COM - Mantan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas yang kini menjabat MenPAN-RB memiliki harta Rp16,3 miliar.(IAntara)

Solopos.com, JAKARTA — Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) memungkinkan polisi dan tentara menduduki jabatan di lembaga sipil.

Demikian pula sebaliknya, ASN bisa menduduki jabatan di institusi TNI/Polri.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Hal itu disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas.

“Dengan konsep resiprokal, jika Polri membutuhkan tenaga non-ASN itu nanti bisa diisi. Misalnya direktur digital di Mabes Polri. Atau jangan-jangan ke depan ada Wakapolri yang membidangi pelayanan masyarakat,” ujar Abdullah Azwar Anas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/10/2023).

Anas mengatakan situasi untuk saling mengisi kekosongan dalam instansi bisa terjadi sehingga penerapannya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing institusi TNI dan Polri.

Abdullah Azwar Anas mengatakan, pemerintah melakukan tujuh transformasi melalui revisi UU ASN yang saat ini sudah menjadi UU.

Salah satunya, soal transformasi rekrutmen dan jabatan ASN yang dirancang untuk menjawab organisasi yang harus lincah dan kolaboratif.

Misalnya dengan rekrutmen ASN yang tidak perlu menunggu satu tahun.

Selain itu, ada juga transformasi mengenai kemudahan talenta nasional, percepatan pengembangan kompetensi, penuntasan tenaga honorer, reformasi pengelolaan kinerja dan kesejahteraan ASN, digitalisasi manajemen ASN, serta penguatan budaya kerja citra ASN.

Sebagai informasi, DPR sudah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menjadi UU dalam rapat paripurna, Selasa (3/10/2023).

Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud Md mengatakan UU ASN yang telah disahkan DPR akan mengakhiri masalah tenaga honorer yang muncul sejak era Presiden SBY.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md mengatakan pengangkatan tenaga honorer di berbagai daerah yang tidak bisa dibendung selama ini membuat anggaran pemerintah kewalahan.

“Baru-baru ini kita membuat undang-undang pembaruan Undang-Undang ASN untuk menyetop masalah ini agar tidak ada eksploitasi,” kata Mahfud di Universitas Gadjah Mada (UGM), Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (6/10/2023).

Menurut Mahfud, masalah tenaga honorer muncul sejak masa Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebelum menjadi presiden, kata Mahfud, SBY dalam kampanyenya menjanjikan bakal mengangkat seluruh tenaga honorer yang ada di Indonesia menjadi ASN.

“Pak SBY memenuhi janjinya. Pada waktu itu diangkat 870.000 orang honorer langsung menjadi PNS. Masih ada sisanya kalau enggak salah 50.000 orang yang mau diangkat pada tahun itu tapi masih disuruh memenuhi syarat apa gitu,” kata dia.

Saat ini, kata Mahfud, jumlah tenaga honorer itu justru membengkak menjadi jutaan orang lantaran hampir setiap kepala daerah yang baru membawa tim suksesnya untuk menjadi tenaga honorer.

“Ada keponakannya, ada anaknya dititip di sana semua (menjadi tenaga honorer) sehingga pemerintah jadi kewalahan,” ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, dahulu sebetulnya sudah ada kebijakan bahwa di seluruh kantor pemerintahan tidak boleh ada tenaga honorer.

Akan tetapi, kata dia, banyak bupati atau gubernur baru yang tetap melanjutkan pengangkatan tenaga honorer tanpa bisa dibendung.

“Bupati baru, gubernur baru tetap mengangkat terus enggak bisa dibendung sehingga jumlahnya jadi jutaan maka pemerintah sekarang jadi goyang. Ini bagaimana menyelesaikannya, diselesaikan sekarang muncul lagi di sini, sudah dilarang masih muncul lagi,” kata dia seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Selain itu, katanya, pemerintah daerah masih harus melanjutkan penggajian tenaga honorer yang diangkat bupati atau gubernur periode sebelumnya.

“Itu yang terjadi sehingga kita dibikin pusing. Kadang kala kita kecolongan tahu-tahu sudah ada di depan meja ini sudah jadi ASN. Yang angkat bupati periode lalu udah berhenti, tinggalan masa lalunya harus diselesaikan, begitu terus,” kata dia.

Untuk menghemat anggaran negara, menurut dia, pemerintah bisa saja menempuh cara yang keras dengan tidak menganggap keberadaan tenaga honorer bagi yang diangkat kepala daerahnya setelah tanggal yang ditentukan.



Akan tetapi hal itu tidak ditempuh atas dasar rasa kemanusiaan.

“Tentu kalau mau keras-kerasan yang diangkat sesudah tanggal ini dianggap tidak ada, itu bisa saja tetapi ini manusia, belum lagi gaji-gaji tenaga honorer itu berapa macam-macam ada yang hanya Rp300.000,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya