SOLOPOS.COM - Pengunjukrasa yang tergabung dari Serikat Petani Indonesia (SPI) melakukan aksi teaterikal untuk memperingati Hari Hak petani dan rakyat Indonesia depan Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (12/1). Dalam aksinya mereka menuntut dijalankannya reformasi agraria sejati oleh pemerintah.

REFORMASI AGRARIA -- Pengunjukrasa yang tergabung dari Serikat Petani Indonesia (SPI) melakukan aksi teaterikal untuk memperingati Hari Hak Petani dan Rakyat Indonesia di depan Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (12/1/2012). (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Sebanyak 15.000 demonstran yang menamakan diri Sekretariat Bersama Pemulihan-Pemulihan Hak-Hak Rakyat mendatangi Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (12/1/2012). Dalam aksi yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB ini, demonstran yang terdiri dari masyarakat adat, petani, buruh, nelayan, aktivis perempuan, dan mahasiswa menuntut reformasi agraria.

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Sambil membawa empat ogoh-ogoh, para demonstran menilai konsentrasi kepemilikan, penguasaan, dan pengusahaan sumber-sumber agraria baik tanah, hutan, tambang dan perairan di tangan segelintir orang dan korporasi, merupakan masalah utama agraria.

Koordinator aksi, Agustiana menyatakan, perampasan tanah terjadi karena persekongkolan jahat antara pemerintah, DPR dan korporasi. Dikatakan, dengan menggunakan kekuasaannya, instansi-instansi tersebut mengesahkan berbagai undang-undang yang merugikan rakyat. UU tersebut antara lain, UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No 41/1999 Tentang Kehutanan, UU 18/2004 Tentang Perkebunan, UU No 7/2004 Tentang Sumber Daya Air, UU No 4/2009 Tentang Mineral dan Batubara, serta UU lainnya. “Keseluruhan perundang-undangan tersebut sesungguhnya telah melegalkan perampasan hak-hak rakyat atas tanah, dan sumber agraria,” kata Agustiana.

Agustiana mengatakan, pembaruan agraria adalah penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria untuk kepentingan petani, masyarakat adat, buruh, dan golongan lemah lainnya seperti terdapat dalam UUPA 60 pasal 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 17. “Mengutamakan petani, penggarap, nelayan tradisional, perempuan, dan masyarakat golongan ekonomi lemah untuk mengelola tanah, hutan, dan lainnya,” ungkap Agustiana.

Agustiana mengatakan sejak 2001 sekitar 300 petani dan buruh dipenjara, dan empat lainnya tewas akibat konflik lahan yang terjadi antara rakyat dan pengusaha. Padahal lahan yang dimiliki oleh pengusaha ribuan hektare, sementara yang menjadi konflik hanya satu atau dua hektare. “Walaupun ada hakim konstitusi, yudisial, dan lainnya, tetap saja hukum dan peradilan diperjualbelikan,” ungkapnya.

Para demonstran berusaha melakukan aksinya di depan Istana Negara. Aksi ini membuat lalu lintas di Jalan Veteran samping Sekretariat Negara menuju Istana Negara di Jalan Merdeka Barat macet total. Beberapa kendaraan roda dua memilih untuk berputar balik.

JIBI/SOLOPOS/Wahyu Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya