SOLOPOS.COM - PEMASANGAN BRONJONG -- Sejumlah pekerja memasang talud bronjong di sepanjang bantaran Sungai Code, Kotabaru, Jogja, beberapa waktu lalu. (JIBI/Harian Jogja/dok)

PEMASANGAN BRONJONG -- Sejumlah pekerja memasang talud bronjong di sepanjang bantaran Sungai Code, Kotabaru, Jogja, beberapa waktu lalu. (JIBI/Harian Jogja/dok)

Jogja (Solopos.com) – Ketersediaan bronjong guna mencegah meluapnya banjir lahar dingin diakui masih terbatas. Normalisasi sungai sebagian masih mengandalkan penambangan pasir rakyat.

Promosi BRI Hadiahkan Mobil dan Logam Mulia kepada Pemenang Super AgenBRILink

Kepala Balai Besar Wilyah Sungai (BBWS) Serayu-Opak, Bambang Hargono, Minggu (4/12/2011) mengakui, keterbatasan lembaganya untuk mengatasi luapan banjir lahar maupun sungai di musim penghujan yang belum lama ini sempat membawa korban jiwa. Pasalnya kata dia, pengerukan material untuk mengatasi pendangkalan sungai maupun pemasangan bronjong tak mungkin dilakukan di sepanjang bibir sungai lantaran keterbatasan fasilitas.

Ia mencontohkan terbatasnya bronjong untuk menahan luapan lahar. Saat ini mislanya BBWS menyediakan kawat bronjong ukuran 2x1x0,5 sebanyak 4.300 unit dan karung pasir sebanyak 9.500 buah. Namun Bambang mengaku tak tahu persis berapa dari jumlah tersebut yang telah digunakan. Meski demikian dikatakannya, kekurangan bronjong kadang tetap terjadi sehingga ia harus meminta bantuan ke pemerintah pusat agar mendatangkan bronjong dari daerah lain. Alhasil pembangunan bronjong yang ada hanya diprioritaskan bagi titik-titik yang sering mengalami luapan. “Untuk normalisasi sungai nggak mungkin semuanya di pasang bronjong, paling yang penting itu di tikungan sungai. Bronjongnya ada yang dikasi ke warga agar masang sendiri, ada pula yang kami bangun sendiri,” katanya.

Demikian pula normalisasi sungai lewat pengerukan material. Pemerintah sebagian masih mengandalkan tambang pasir oleh rakyat. Sedianya BBWS berkoordinasi dengan Pemda atau Pemkot terkait, daerah mana saja yang dapat dijadikan tambang rakyat. “Kalau mengeruk sendiri semuanya pasti butuh biaya banyak, kami tetap koordinasi dengan pemerintah daerah untuk pengerukan pasir itu,” ujarnya.

Saat ini pengerukan sungai oleh BBWS difokuskan di Kali Lamat, Magelang karena sudah penuh dengan material. Pengerukan dan pembuatan saluran baru di tengah sungai menurutnya sangat dibutuhkan. Belajar dari pengalaman tahun lalu, sejumlah sungai meluap dan memunculkan saluran baru. Mislanya meluapnya Kali Gendol sehingga mengaliri Kali Opak. “Dulu karena luapan Gendol sungai Opak teraliri, padahal sebelumnya lebar Opak cuma 10 meter sekarang 12 meter akibat aliran baru. Itu yang tengah kami upyakan di Lamat agar tidak ada aliran baru. Kalau Gendol sudah tertangani. Intinya memastikan sungai itu tetap jadi sungai, jadi air tetap mengalir di sungai itu tidak meluap ke mana-mana,” terang Bambang.

Terpisah Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembanagan Teknologi Keghunungapian (BPPTK) DIY, Subandriyo mengatakan, hingga saat ini tiga sungai yakni Gendol, Pabelan dan Kali Putih diketahui masih paling banyak menjadi tempat aliran lahar. Karenanya, sungai-sungai yang berasal dari tiga tiga kali tersebut perlu diwaspadai apabila terjadi banjir lahar dan pendangkalan sungai hingga meluapnya air sungai. “Sampai sekarang potensinya masih di Gendol, Pabelan dan Kali Putih,” ungkapnya.

JIBI/Harian Jogja/bes

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya