SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis)

UMK 2016 di Boyolali juga terancam tak ditaati Pan Brothers yang meminta karyawan meneken pernyataan menerima gaji di bawah UMK.

Solopos.com, BOYOLALI — Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Boyolali menerima informasi buruh PT Pan Brothers di Desa Butuh, Mojosongo, Boyolali, diminta menandatangani pemberian gaji di bawah upah minimum kabupaten (UMK) Boyolali 2016 yang ditetapkan Gubernur Jateng senilai Rp1.403.500.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Kepala Seksi (Kasi) Pengupahan Dinsosnakertrans Boyolali, Darto, mengatakan Kepala Dinsosnakertrans mendengar informasi itu dari seseorang. Namun, untuk memastikan kebenaran informasi tersebut akan mengecek gaji pertama karyawan PT Pan Brothers pada awal Februari nanti.

“Kami tidak perlu pergi ke sana sekarang untuk mencari kebenaran informasi itu. Gaji pertama yang diterima karyawan nanti bisa dijadikan bukti formal benar tidaknya informasi tersebut,” ujar Darto saat dihubungi Solopos.com, Selasa (29/12/2015).

Darto mengatakan kalu benar perusahaan itu membayar gaji karyawannya di bawah UMK 2016 perusahaan tersebut dapat dikenai tindakan pidana atau telah melakukan kejatan. Hal itu Sesuai aturan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Sebagai perusahaan formal yang bergerak dibidang garmen dengan jumlah karyawan banyak seharusnya taat aturan. Kami akan terjunkan tim monitoring ke sana pada awal tahun nannti,” kata dia.

Sebelumnya, diberitakan bahwa PT Pan Brothers di Desa Purwosuman, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, memaksa lebih dari 4.000 karyawannya untuk menandatangani kesepakatan nilai gaji dengan nilai di bawah upah minimum kabupaten (UMK) 2016 yang ditetapkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah (Jateng).

“Pemaksaan tanda tangan karyawan itu dilakukan melalui masing-masing pimpinan bidang pada Kamis [24/12/2015] pagi, di saat kami seharusnya menikmati liburan karena tanggal merah,” kata seorang karyawan perusahaan garmen tersebut kepada Solopos.com, Jumat (25/12/2015).

Sejumlah karyawan terpaksa menandatangani kesepakatan upah senilai Rp1.236.000/bulan. Perusahaan mengklaim angka tersebut sudah sesuai dengan peraturan pemerintah. Para karyawan tidak mengetahui bagaimana cara penghitungan upah yang diklaim sesuai dengan peraturan pemerintah itu.

”Perusahaan kami memang menolak besaran UMK 2016 senilai Rp1.314.000 yang ditetapkan melalui Pergub Jateng. Oleh sebab itu, karyawan dipaksa menandatangani kesepakahan upah yang diklaim sesuai peraturan pemerintah itu,” jelasnya.

Sejumlah karyawan merasa takut akan mendapat surat peringatan (SP) dari perusahaan bila tidak meneken upah senilai Rp1.236.000 itu. Pasalnya, terdapat salah satu karyawan di bidang produksi yang mendapat SP karena tidak bersedia mengedarkan surat kesepakatan untuk ditandatangani oleh teman-temannya.

”Beberapa teman kami yang menolak membubuhkan tanda tangan sudah mendapat teguran. Mungkin malah bisa dikeluarkan dari perusahaan setelah ini. Karyawan memang mendapat intimidasi supaya bisa menandatanganinya,” jelas karyawan lainnya.

Sebagian besar karyawan di perusahaan garmen tersebut berstatus tenaga kontrak. ”Status tenaga kontrak itu melemahkan kami. Di sisi lain, kami ingin kesejahteraan karyawan diperhatikan oleh perusahaan. Tapi, kalau kami menolak menandatangani upah berdasar peraturan pemerintah, kami takut diputus kontrak sewaktu-waktu,” terang dia.

Manajer Nonproduksi PT Pan Brothers, Ary Wibowo, membantah perusahaan yang dikelolanya menolak Pergub Jateng yang menetapkan UMK senilai Rp1.314.000/bulan. ”Kami tidak menolak pergub, tapi yang perlu dipahami, kedudukan PP itu lebih tinggi dibandingkan pergub dalam tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Jadi, wajar jika kami menggunakan PP dari pada pergub dalam menentukan besaran UMK,” kata Ary Wibowo didampingi utusan dari Bidang Personalia, Getty H, Senin (28/12/2015).

Ari menjelaskan besaran UMK senilai Rp1.232.075/bulan ditetapkan berdasar parameter yang tertuang dalam PP No. 78/2015 tentang Pengupahan. Beberapa di antaranya adalah faktor pertumbuhan ekonomomi dan inflasi. ”Tidak ada pemaksaan kepada karyawan. Kami juga tidak pernah memberikan intimidasi kepada karyawan. Setelah kami jelaskan, karyawan bisa menerima keputusan perusahaan. Karyawan sudah bisa memahami bahwasanya kedudukan PP itu lebih tinggi dibandingkan pergub,” klaim Ari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya