Ujian doktor UNS diikuti mahasiswa program Doktor Ilmu Pascasarjana, Nurul Huda.
Solopos.com, SOLO-Penelitian tentang model perampasan aset transaksi keuangan mengantarkan mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Muhammad Nurul Huda, meraih gelar doktor, Rabu (16/3/2016).
Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024
Nurul Huda berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Model Perampasan Aset Transaksi Keuangan yang Mencurigakan Dari Hasil Kejahatan Pencucian Uang, di hadapan Dewan Penguji yang dipimpin Sutarno dalam sidang senat di Ruang Senat Rektorat UNS.
Nurul memaparkan sejumlah faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya perampasan aset transaksi keuangan yang mencurigakan dari hasil kejahatan pencucian uang yang terlihat dari faktor-faktor perundang-undangan. Di mulai dari Undang-Undang No. 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan terakhir dengan UU Nomor 8 tahun 2010 dan Perma No.1/2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain.
“Rendahnya kualitas faktor perundang-undangan disebabkan oleh sumber daya manusia, sistem perekrutan lembaga legislative dan intervensi politik dalam merumuskan undang-undang,” ungkapnya.
Nurul Huda pun merekomendasikan kepada pemerintah dan DPR agar melakukan perbaikan terhadap UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain itu, menurutnya, Mahkamah Agung perlu segera memperbaiki mekanisme perampasan aset transaksi keuangan yang mencurigakan dari hasil kejahatan pencucian uang juga tidak cukup kuat.
Hal itu mengingat hukum acara yang mengatur tentang perampasan aset transaksi keuangan yang mencurigakan dari hasil kejahatan pencucian hanya diatur melalui Perma No. 1/2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain.
Padahal aturan tersebut juga mempunyai kekurangan yaitu mekanisme hukum yang membatalkan hakim tunggal pada pengadilan negeri yang memeriksa, mengadili, dan memutus dengan hakim majelis pengadilan negeri apabila ada pihak-pihak yang merasa keberatan terhadap putusan hakim tunggal pengadilan negeri.