SOLOPOS.COM - Ilustrasi Rapat Paripurna DPR. (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Tunjangan DPR yang semula telah diputuskan naik akan terganjal. DPR kini cenderung meminta penundaan.

Solopos.com, JAKARTA — Pimpinan DPR meminta pemerintah menunda pencairan kenaikan sejumlah tunjangan DPR meski sudah disetujui oleh Menteri Keuangan melalui Surat Keputusan (SK) Menkeu No. S-520/MK.02/2015.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Wakil Ketua DPR bidang Ekonomi Agus Hermanto mengatakan pemerintah tidak perlu mengeksekusi kebijakan penaikan sejumlah tunjangan DPR yang akan dicairkan pada Oktober 2015. Agus berharap agar pemerintah hanya mencairkan tunjangan dengan angka sebelum dinaikkan.

Pemerintah harus memprioritaskan keperluan yang lebih urgen, yaitu memperbaiki ekonomi yang sedang melambat. “Saya minta agar tidak dieksekusi dulu,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (21/9/2015).

Agus yakin, permintaannya kepada pemerintah untuk tidak mencairkan kebijakan tersebut akan didukung oleh pimpinan lainnya. “Tapi ya bagaimana, mereka sedang berhaji. Tapi saya yakin mereka akan setuju.”

Namun demikian, pimpinan DPR tidak akan mengajukan permintaan tersebut kepada pemerintah secara resmi. “Kalau ingin resmi, mayoritas fraksi di DPR harus menyatakan penolakan secara tertulis dulu. Baru pimpinan akan bersurat ke Presiden Joko Widodo untuk menunda kebijakan tersebut.”

Tapi, menurutnya, pemerintah mempunyai banyak cara untuk tidak mencairkan kenaikan sejumlah tunjangan tersebut, misalnya dengan cara tidak memproses pencairan tunjangan yang masih dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Permintaan Agus Hermanto tersebut muncul setelah kebijakan penaikan sejumlah tunjangan tersebut ditentang oleh publik. Namun demikian, Agus mengaku tidak tahu menahu saat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR mengusulkan penaikan sejumlah kebijakan tersebut.

Menurutnya, BURT belum transparan dalam merencanakan sesuatu untuk 560 anggota DPR. “Berangkat dari penaikan tunjangan DPR yang menuai polemik, pimpinan meminta kepada BURT untuk mengintensifkan komunikasi dengan fraksi dan pimpinan.”

Komunikasi untuk transparansi usulan tersebut, paparnya, perlu dilakukan agar setiap kebijakan mengenai anggaran urusan rumah tangga bisa diketahui oleh seluruh anggota DPR. Wakil Ketua Fraksi PPP sekaligus anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, juga mengaku tidak tahu jika BURT mengusulkan penaikan sejumlah tunjangan anggota DPR.

“Kalau sudah begini, kami juga kena dampaknya. Padahal, kami tidak tahu menahu usulan tersebut. Kami tahu hanya dari media saja. Ke depan, rapat BURT harus lebih terbuka.”

Sesuai dengan SK Kementerian Keuangan No. S-520/MK.02/2015, tunjangan untuk 560 wakil rakyat tersebut akan naik dengan besaran yang cukup fantastis. Dalam SK tersebut, Tunjangan Kehormatan DPR diusulkan meningkat berdasarkan posisi anggota DPR RI. Ketua Badan/Komisi naik menjadi Rp11,15 juta dari Rp6,69 juta; Wakil Ketua Komisi naik menjadi Rp10,75 juta dari Rp6,45 juta; dan anggota naik menjadi Rp9,3 juta dari Rp5,58 juta.

Tunjangan Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran juga naik sesuai denga posisi wakil rakyat. Ketua Komisi/Badan naik menjadi Rp7 juta dari Rp5,25 juta; Wakil Ketua Komisi naik menjadi Rp6 juta dari Rp4,5 juta; serta anggota naik menjadi Rp5 juta dari Rp3,75 juta.

Selain itu, Tunjangan Komunikasi Intensif juga diusulkan naik sesuai dengan jabatan wakil rakyat. Ketua Badan/Komisi menjadi Rp18,71 juta dari Rp16,46 juta; Wakil Ketua naik menjadi Rp18,19 juta dari Rp16 juta; serta anggota naik menjadi Rp17,67 dari Rp15,55 juta. Adapun Bantuan Langganan Listrik dan Telepon diusulkan naik dengan komponen menjadi Rp5 juta dari Rp3,5 juta untuk listrik dan naik menjadi Rp6 juta dari Rp4,2 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya