SOLOPOS.COM - Saat-saat terakhir Lincoln digambarkan dalam ilustrasi yang dimuat di koran Harper's Weekly terbitan Mei 1865. (http://www.sonofthesouth.net/leefoundation/civil-war/1865/April/death-bed-abraham-lincoln.jpg)

Saat-saat terakhir Lincoln digambarkan dalam ilustrasi yang dimuat di koran Harper’s Weekly terbitan Mei 1865. (http://www.sonofthesouth.net/leefoundation/civil-war/1865/April/death-bed-abraham-lincoln.jpg)

Sementara Booth dan kawan-kawannya bertemperasan melarikan diri, pertolongan diupayakan bagi Presiden Lincoln yang terluka parah di kepala.

Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran

Charles Leale, seorang dokter bedah muda angkatan darat yang kebetulan juga menonton pertunjukan di Teater Ford yang dihadiri Presiden Lincoln bereaksi cepat setelah Booth menembak Presiden dan melompat kabur. Dia menembus kerumunan orang yang panik dan segera mencapai balkon tempat duduk presiden. Yang kali pertama dilihatnya adalah Mayor Henry Rathbone, yang bersama tunangannya, Clara Harris, menjadi pendamping pasangan Presiden Lincoln dan Ny Mary Todd Lincoln menonton pertunjukan. Rathbone luka cukup parah di bagian dada kiri dan lengan lantaran ditikam dengan pisau oleh John Wilkes Booth setelah menembak Presiden.

Leale memutuskan mengabaikan Rathbone dan mendahulukan sang presiden, yang sudah merosot dari posisi duduknya di kursi dan dipeluk oleh istrinya yang histeris. Leale melihat Lincoln tak sadar dan nyaris tak bernafas. Dia segera menidurkan presiden di lantai dan mencari lukanya, mengira kalau Presiden juga diserang dengan pisau. Saat itu seorang dokter lain yang juga hadir, Charles Sabin Taft, dengan bantuan penonton, dinaikkan ke balkon kehormatan itu untuk membantu.

Taft dan Leale memotong kerah baju Lincoln yang berlumuran darah, lalu membuka bajunya. Leale merogohkan tangannya dan menemukan lubang peluru di belakang kepala Presiden, di sebelah telinga kirinya. Leale dengan jarinya mencoba mencari peluru di dalam luka, namun peluru ternyata sudah masuk terlalu dalam. AKan tetapi tindakan Leale ini berhasil membuat gumpalan darah yang menyumbat di bagian dalam terlepas dan Lincoln pun terlihat bisa bernafas lebih baik.

Leale meyakini jika dia terus mengeluarkan gumpalan darah itu setiap kali pada waktu yang tepat Presiden bisa lebih baik. Namun seraya terus mempelajari kondisi Lincoln, Leale segera melihat bahwa peluru ternyata sudah menembus tengkorak kepala, melewati bagian kiri otak sebelum akhirnya berhenti tepat di atas mata kanan, nyaris keluar menembus ke depan. Dengan kondisi ini Leale menyatakan kondisi luka Presiden sudah terlalu parah dan tak bisa ditolong lagi. “Susah sekali untuk pulih,” komentarnya.

Leale, Taft, dan satu lagi dokter yang datang membantu, Albert King, dengan cepat berunding dan memutuskan agar Presiden segera dievakuasi. Namun membawa pulang Presiden ke Gedung Putih dengan kereta yang harus melewati jalan tanah yang buruk, karena pada masa itu jalanan belum diaspal, jelas bukan pilihan yang bagus. Akhirnya diputuskan presiden akan dicarikan tempat perawatan sementara di dekat gedung teater itu saja.

Dengan dibantu sejumlah prajurit, ketiga dokter mengevakuasi Lincoln keluar gedung. Di tengah hiruk pikuk, dari seberang jalan seorang laki-laki yang membawa lentera berseru-seru, “Bawa dia ke sini! Bawa dia ke sini!” Orang itu adalah Henry Safford, salah satu penghuni penginapan milik William Petersen yang letaknya tepat di depan gedung teater. Dia keluar karena penasaran dengan kehebohan yang terjadi setelah penembakan Presiden.

Lincoln pun diusung ke dalam rumah itu dan dimasukkan ke salah satu kamar tidur di lantai satu. Lincoln terpaksa ditidurkan dalam posisi menyerong karena ranjang yang ada terlalu kecil untuk sang presiden yang jangkung itu. Ada yang unik dari kejadian ini. Booth dulu ternyata pernah menginap di sana, dan tinggal di kamar dan tempat tidur yang kini dipakai untuk membaringkan Lincoln!

Makin banyak dokter yang berdatangan, di antaranya komandan kedokteran militer Joseph K Barnes dan asistennya, Mayor Charles Henry Crane, Anderson Ruffin Abbott, and Robert K Stone, dokter pribadi Lincoln. Putra presiden, Robert Lincoln, yang saat kejadian ada di Gedung Putih, datang pula setelah diberitahu.

Menteri Angkatan Laut Gideon Welles dan Menteri Peperangan Edwin M Stanton juga datang dan mengambil alih koordinasi di lokasi. Ibu Negara Mary Lincoln yang masih histeris segera diperintahkan untuk dibawa keluar. Di salah satu ruangan, Stanton segera membuat kantor darurat dan dari situ dia melakukan berbagai kegiatan koordinasi, memerika laporan-laporan saksi mata dan mengoordinasikan upaya pengejaran terhadap pelaku penembakan.

Lantaran luka parahnya, Lincoln yang tak pernah sadar sejak ditembak akhirnya dinyatakan meninggal dunia pada pukul 07.22 pagi berikutnya waktu setempat, 15 April 1865, dalam usia 56 tahun. Baik istri maupun anak-anaknya tak ada di sisinya saat dia meninggal. Para dokter dan pejabat yang selama itu mendampingi segera berlutut di sisi ranjang dan berdoa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya