SOLOPOS.COM - Sidang dengan agenda mendengarkan putusan majelis hakim terhadap perkara rudapaksa anak di Mahkamah Syar'iyah Kota Subulussalam, Aceh. ANTARA/HO-MS Kota Subulussalam

Solopos.com, BANDA ACEH — Banda Aceh, 17/11 (ANTARA) – Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah (MS) Kota Subulussalam, Aceh, memvonis terdakwa rudapaksa (pemerkosaan) anak dengan hukuman 150 bulan penjara atau 12 tahun enam bulan.

Vonis tersebut dibacakan ketua majelis hakim Pahruddin Ritonga didampingi Junaedi dan Muhammad Naufal, masing-masing sebagai hakim anggota sidang di Subulussalam, Rabu (17/11/2021).

Promosi Kisah Inspiratif Ibru, Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

Sidang berlangsung secara virtual diikuti terdakwa NI yang didampingi penasihat hukumnya. Sidang juga diikuti Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdi Fikri dari Kejaksaan Negeri Subulussalam.

Vonis majelis hakim tersebut lebih berat dari tuntutan JPU. Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman cambuk 100 kali dan ditambah dengan uqubat ta’zir cambuk di depan umum sebanyak 50 kali dengan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan.

Baca Juga: Keterlaluan! Ini Alasan Ayah di Tegal Rudapaksa Anak Kandung 

Namun majelis hakim berpendapat tuntutan tersebut dinilai masih ringan dan belum cukup untuk mengurangi rasa trauma yang dialami korban kasus rudapaksa tersebut.

“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan jarimah pemerkosaan terhadap anak. Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa NI bin S dengan uqubat ta’zir penjara selama 150 bulan, dikurangi selama terdakwa ditahan,” kata majelis hakim.

Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Dengan pasal tersebut, perbuatan terdakwa diancam dengan uqubat ta’zir cambuk paling sedikit 150 kali dan maksimal 200 kali.

Baca Juga: Tega! Istri Pergi ke Pasar, Ayah di Tegal Diduga Rudapaksa Anak Kandung 

Atau paling sedikit 1.500 gram emas murni, paling banyak 2.000 gram emas murni atau penjara paling singkat 150 bulan paling lama 200 bulan.

Majelis hakim menyatakan tidak menemukan pengecualian atau pembatasan pemberlakuan hukum kepada terdakwa berdasarkan undang-undang sebagai alasan pembenaran perbuatan terdakwa. “Oleh karenanya, terdakwa harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah dilakukannya,” ujar hakim sebagaimana dikutip Antara.

Hal memberatkan terdakwa, menurut majelis hakim, ia telah merusak masa depan korban. Terdakwa tidak mendukung pelaksanaan hukum syariat Islam di Provinsi Aceh.

“Sedangkan hal meringankan adalah terdakwa masih berusia muda dan terdakwa mengakui serta menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya,” kata majelis hakim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya