SOLOPOS.COM - Dua terdakwa kasus korupsi e-KTP Sugiharto (kanan) dan Irman (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/4/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A.)

Sidang korupsi e-KTP mengungkap akal-akalan lelang proyek e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Aksi akal-akalan yang diduga dilakukan oleh para terdakwa kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun terus terungkap dalam sidang lanjutan yang digelar Kamis (20/4/2017).

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan beberapa saksi seperti Ketua Panitia Pengadaan Proyek e-KTP, Drajad Wisnu; dan Yohanes Tanjaya dari pihak swasta yang berkaitan dengan Tim Fatmawati bentukan Andi Agustian alias Andi Narogong. Selain itu, JPU menghadirkan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi.

PT Murakabi merupakan salah satu pilar konsorsium Murakabi yang mengikuti tender proyek tersebut. Sedangkan Irvanto diketahui merupakan keponakan dari Ketua DPR, Setya Novanto.

Menurut Drajad Wisnu kembali menegaskan bahwa hingga Desember 2013 penyelesaian pencetakan 145 juta kartu e-KTP tidak mencapai target 100%. Menurutnya, pencetakan kartu baru mencapai 142 juta yang kemudian dikoreksi oleh jaksa menjadi 122 juta keping.

Dalam rapat serah terima pengerjaan proyek di ruang Irman (terdakwa) yang kala itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, terlihat bahwa hasil pengerjaan proyek tidak sesuai target.

“Kami diinstruksikan [oleh terdakwa Irman] untuk hitung kembali dan pastikan supaya capai target 145 juta. Hitung kembali, cek lagi supaya target bisa 100%, meski riil jumlah tidak 100%. Saat itu saya bawahan beliau, saya cuma diundang. Detailnya panitia pemeriksa yang melakukan pemeriksaan,” ujarnya.

Meski pihaknya merupakan panitia pengadaan, mereka melajkukan berbagai langkah kerja atas dasar perintah dari para atasan, termasuk juga dari Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dia mencontohkan bahwa ketika pihaknya melakukan uji keandalan sistem teknologi informasi pada tiga konsorsium yang melaju hingga tahap final lelang tender, tidak ada yang lolos dalam tes tersebut.

Namun mereka diperintahkan oleh Sugiharto untuk terus mendorong agar panita meloloskan berbagai konsorsium tersebut. “Tiga konsorsium itu adalah Murakabi, PNRI, dan Astra Grafia. Dalam uji kehandalan, sistem yang mereka siapkan tidak terintegrasi, tapi diperintah oleh PPK,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga tidak pernah menyusun harga perkiraan sementara (HPS) berbagai item spesifikasi perangkat teknologi informasi. Menurutnya HPS sudah sesuai dengan rancangan anggaran belanja (RAB) di luar biaya lelang itu diterima dari PPK dalam hal ini Sugiharto.

Kesaksian ini sejalan dengan Husni Fahmi, ketua tim teknis proyek tersebut. Dia mengungkapkan pernah mendapatkan data spesifikasi teknis dari seorang anggota tim teknis bernama Tri Sampurno. Isinya adalah detail jenis spesifikasi yang perlu disiapkan dalam proyek pengadaan e-KTP. Husni menduga data tersebut berasal dari terdakwa II, Sugiharto.

Tim pengadaan juga diarahkan oleh Sugiharto untuk memberikan penjelasan terperinci kepada tiga konsorsium tersebut terkait berbagai kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi untuk mengikuti lelang. Hal itu tidak dilakukan kepada para pesaing tiga konsorsium yang terbentuk oleh Tim Fatmawati bentukan Andi Narogong tersebut. Belakangan, Astra Grafia dan Murakabi terpental dalam penilaian akhir.

Yohanes Richard Tanjaya mengungkapkan bahwa dia diperintahkan oleh Irman untuk turut terlibat dalam Tim Fatmawati. Dalam perjalanan proses lelang, dia ditunjuk sebagai ketua tim untuk memenangkan tender e-KTP. Dia sempat berpendapat sebaiknya perusahaan yang tergabung dalam tiga konsorsium dikumpulkan menjadi satu konsorsium. Tujuannya supaya mereka kuat karena untuk menghadapi konsorsium pimpinan PT Telkom Indonesia.

“Saya debat dengan Andi [Narogong], saya tidak mau tiga konsorsium lebih baik disatukan saja supaya kuat. Andi bilang dia dimarahi terus sama Irman jadi sebaiknya tiga konsorsium. Arahnya ke mana, terlihat memenangkan PNRI karena direkturnya juga ada,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya