SOLOPOS.COM - Polisi berjaga di depan Pondok Pesantren Darul Akhfiya, Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, Selasa(13/11/2012). Sebanyak 49 santri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhfiya, Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Nganjuk, Jatim, sempat diamankan polisi setelah warga curiga pondok itu menjadi lokasi latihan terkait terorisme. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Polisi berjaga di depan Pondok Pesantren Darul Akhfiya, Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur, Selasa(13/11/2012). Sebanyak 49 santri dan pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhfiya, Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Nganjuk, Jatim, sempat diamankan polisi setelah warga curiga pondok itu menjadi lokasi latihan terkait terorisme. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

SURABAYA – Kepolisian Daerah Jawa Timur menegaskan bahwa Pondok Pesantren Darul Akhfiya di Kertosono, Nganjuk, tidak terkait dengan terorisme, karena ajaran yang terkait penyimpangan makna jihad tidak ditemukan.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

“Kami hanya menemukan pengasuh pesantren itu memiliki KTP ganda atas nama Landung SW terbitan Sukoharjo, dan Nasiruddin Ahmad terbitan Kediri,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Hilman Thayib di Surabaya, Senin.

Didampingi Kasubbid Publikasi Bidang Humas Polda Jatim AKBP Suhartoyo dan Kasubdit I/Pidum Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Ansori, ia menjelaskan pihaknya menjerat Nasiruddin Ahmad (33) sebagai tersangka pemalsuan KTP. “Tersangka berasal dari Desa Kedung Jambal, Kabupaten Sukoharjo, Jateng dan belum pernah tercatat pindah ke Kediri, tapi tahun 2003 membuat KTP di Dusun Gadungan Timur, Kabupaten Kediri melalui Bu Bayan,” katanya.

Tahun 2010, tersangka memasukkan nama Nasiruddin Ahmad dalam data perpanjangan KTP, sehingga KTP baru terbit atas nama Nasiruddin Ahmad, kemudian nama itu digunakan mengurus SIM dan membuka rekening. Bahkan, nama itu pula yang digunakan mengurus KTP di Nganjuk yang disebutkan dalam akte yayasan untuk mendirikan Pesantren Akhfiya di Jalan Puntodewo, Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk.

“Karena itu, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat 1, Pasal 63 ayat 6, Pasal 93 dan Pasal 97 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman maksimal enam tahun,” katanya.

Awalnya, kasus itu terungkap akibat keresahan masyarakat Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk dengan adanya Yayasan Akhfiyah yang diduga melakukan latihan berbau kemiliteran. “Masyarakat akhirnya melapor ke polisi, lalu diadakan pertemuan Muspika yang menyepakati untuk memanggil Nasiruddin selaku pengasuh dan diputuskan Nasiruddin segera mengosongkan pondoknya,” katanya.

Namun, Nasiruddin keberatan dan memilih bertahan, sehingga 100 warga desa mendatangi Nasiruddin untuk memaksanya mengosongkan pesantren dan aparat kepolisian mengantisipasi dengan mengevakuasi 49 santri pesantren itu. Setelah itu, polisi melakukan penggeledahan dan menemukan sejumlah barang bukti, di antaranya KTP Kediri atas nama Nasiruddin, KTP Nganjuk atas nama Nasiruddin, KSK Sukoharjo atas nama Landung SW, surat nikah atas nama Landung SW, dan akte pendirian Yayasan Akhfiya.

Sementara itu, tersangka Nasiruddin ketika ditanya mengakui dirinya memang menggunakan nama Landung SW untuk kepentingan masyarakat umum dan nama Nasiruddin untuk kalangan aktivis Islam. “Itu tidak sengaja, tapi hanya untuk memudahkan. Pesantren saya juga mengajarkan Islam secara umum dan tidak sampai ke jihad. Saya hanya mengajarkan hafalan Al Quran, Fiqih, Hadits, Tafsir, dan sebagainya,” katanya.

Ia menambahkan dirinya sempat “nyantri” di Pesantren Ngruki, namun hanya setahun, kemudian melanjutkan ke Pesantren Darul Manar di Kediri hingga akhirnya mendirikan Yayasan Akhfiya di Kertosono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya