SOLOPOS.COM - Tersangka Auditor Utama Keuangan Negara (AKN) III BPK Rochmadi Saptogiri (tengah) meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (6/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Makna Zaezar)

Terdakwa suap auditor BPK, Rohmadi Saptogiri, mengaku mencabut BAP setelah ditemui Fahri Hamzah.

Solopos.com, JAKARTA — Auditor Utama BPK Rochmadi Saptogiri mengaku mengubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tentang penerimaan uang Rp200 juta setelah dijenguk Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di rumah tahanan.

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

“Ketika ditahan di Polres ada yang menemui sehingga Saudara tanggal 7 berikutnya diperiksa [kemudian] mengubah keterangan?” tanya Jaksa Penuntut Umum KPK Ali Fikri dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/10/2017).

“Seingat saya ada, setahu saya namanya Saudara Fahri Hamzah, setahu saya adalah anggota DPR. Dia mengatakan “sabar, ini ujian dari Allah. Ini takdir dari Ilahi”. Sabar, itu yang disampaikan,” jawab Rochmadi.

Rochmadi menjadi saksi untuk terdakwa Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian TU dan Keuangan Inspektorat Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Jarot Budi Prabowo didakwa memberikan suap Rp240 juta kepada auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri agar memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT TA 2016.

Fahri menjenguk Rochmadi di rutan pada 29 Mei 2017, atau tiga hari setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 26 Mei 2017. “Apakah hanya menyampaikan itu saja? Lalu seminggu kemudian saudara mencabut BAP?” tanya jaksa Ali Fikri.

“Iya, tanpa [dibesuk] itu pun akan saya cabut, Yang Mulia. Tidak terpengaruh oleh siapa pun,” jawab Rochmadi.

“Izin ini BAP No 15 tanggal 27 Mei 2017 yang menyebutkan bahwa pada 10 Mei 2017 Saudara Ali Sadli mengatakan kepada saya ketika kami berpapasan di koridor kantor BPK lantai 4, ‘Pak ada titipan saya letakkan di bawah tempat tidur. Kemudian pada sore harinya saya ambil bungkusan plastik kain yang diletakkan di bawah tempat tidur saya di kantor yang isinya uang bundelan. Bungkusan tersebut kemudian saya buka isinya uang dan saya letakkan di brankas. Waktu itu saya tidak mengetahui pemberian uang itu terkait dengan apa, saya juga tidak menghitung berapa jumlahnya karena saya langsung memasukkan ke dalam brangkas. Uang bercampur dengan uang yang di dalam brankas yang kemudian diamankan KPK pada 26 Mei 2017’. Ini jawaban saudara pada BAP No 15 pada pemeriksaan tanggal 27 Mei 2017?” tanya jaksa Ali.

“Iya, saya ditangkap pada saat saya sedang rapat. Kemudian saya dengar ribut-ribut ketika itu saya masuk ke ruangan ternyata sudah banyak sekali teman-teman KPK dan saya lihat Saudara Ali didorong-dorong. Ujungnya Saudara Ali menunjuk di bawah tempat itu. Dalam waktu 24 jam saya diperiksa, titik akhir saya tidak menyangka saya akan ditetapkan sebagai tersangka. Karena saya yakin tidak mengerti apa-apa dengan permasalahan ini kemudian saya dibawa ke tahanan Polres. Saya merenung kenapa, kalau saya mengakui berarti saya mengakui berarti saya menzalimi diri saya sendiri maka begitu pemeriksaan selanjutnya saya mengatakan saya tidak tahu-menahu hal itu karena uang yang ada di brankas saya itu semua murni uang saya,” jawab Rochmadi.

Dalam brankas itu, ada 173 amplop yang berisi uang dalam berbagai jumlah dengan total uang sekitar Rp1 miliar. “Ketika saudara menjadi tersangka, Saudara menjelaskan BAP No 15 itu?” tanya jaksa Ali.

“Kemudian saya ubah satu minggu setelahnya karena saya dalam keadaan panik dan shock dan tidak menyangka menjadi tersangka,” jawab Rochmadi. “Selain anggota DPR ada orang lain yang menjenguk?” tanya jaksa Ali. “Ada beberapa eselon 1 BPK menengok saya,” jawab Rochmadi.

Pada sidang 27 September 2017, anggota VII BPK Eddy Mulyadi (pimpinan langsung Rochmadi) dalam BAP yang dibacakan JPU KPK menyatakan bahwa agar opini BPK jangan sampai turun.

“Adalah depan DPR. Tetapi saya bilang jangan turun opininya, karena Akom bisa marah, Fahri marah. BKKBN opini WDP. DPD agak berat kalau untuk WDP. Saya meminta untuk DPR, MPR untuk WTP agar bisa amandemen,” ujar jaksa KPK M Asri Irwan saat membacakan kata-kata Eddy dalam BAP pada sidang 27 September 2017.

Dalam perkara ini Sugito dan Jarot didakwa dengan pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya