SOLOPOS.COM - ilustrasi

Teknologi informasi di RI masih membutuhkan 7.000 ahli untuk mengembangkannya.

Solopos.com, JAKARTA – Indonesia kekurangan sebanyak 7.000 tenaga ahli teknologi dan informasi (TI) yang besertifikasi sebagai profesi yang berkualitas.

Promosi Dirut BRI dan CEO Microsoft Bahas Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia

“Pemerintah saat ini tengah berupaya untuk membuat sertifikasi profesi dalam menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Pemerintah juga bermitra dengan swasta dalam mengisi kekurangan 7.000 tenaga ahli IT,” kata Kepala Sub Direktorat Keamanan Teknologi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Riki Arif Gunawan di sela Indonesia Infrastructure Week 2015 di Jakarta, Jumat (6/11/2015).

Ia menjelaskan dalam menciptakan keamanan di dunia maya, Indonesia membutuhkan sumber daya manusia berkualitas sebagai pelengkap dari infrastruktur TI yang mumpuni untuk mencegah ancaman dalam dunia maya yang kemampuannya juga bertambah maju seiring berkembangnya teknologi.

Terkait dengan sumber daya manusia yang ahli teknologi dan informasi, saat ini Indonesia memiliki lebih banyak konsumen dibandingkan dengan pekerja dalam bidang teknologi, merujuk pada pada studi yang menyimpulkan pertumbuhan penggunaan pita lebar (perluasan jaringan Internet) sebesar 10 persen mampu meningkatkan pertumbuhan GDP hingga mencapai 1 persen.

Ia menambahkan studi ini juga mengelaborasi dari 1.000 pengguna jaringan pita lebar mampu menciptakan lapangan kerja baru untuk 80 orang.

Partisipasi aktif dari pemerintah dan swasta tidak hanya akan mewujudkan hal ini, namun justru akan melipatgandakan angka ini. Partisipasi aktif ini juga akan menciptakan eksosistem Iyang aman dan andal di Indonesia.

Sementara itu, Ketua Umum of Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (MASTEL) Kristiono mengatakan Indonesia telah menerapkan rencana jaringan pita lebar sejak 2014. Indonesia memiliki potensi tidak terbatas.

“Setelah penerapan Indonesia Broadband Plan, Indonesia akan menjelma menjadi salah satu kekuatan ekonomi digital terbesar di dunia. Namun hal tersebut bukanlah tanpa tantangan,” kata Kristiono.

Pertama, katanya, harus dibangun sebuah infrastruktur yang mampu menarik lebih banyak pengguna jaringan pita lebar, dengan target mencapai 120 juta penduduk Indonesia.

Kedua, bagaimana menciptakan sebuah ekosistem digital yang aman.

Pada bagian lain, menurut data dari studi yang dilakukan oleh Akamai Technology Firm, Indonesia masih menempati peringkat tiga dalam daftar negara yang memiliki sumber serangan cyber terbesar.

“Maka saya setuju untuk memperkuat kekuatan jaringan cyber di Indonesia agar lebih aman serta terkontrol perkembangannya, mengingat potensi yang ada begitu besar,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya