SOLOPOS.COM - Risky Kurniawan selaku kuasa Pemohon menguji Pasal 491 angka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara 48/PUU-XXI/2023, pada Rabu (17/5/2023). (Istimewa/Humas MK)

Solopos.com, JAKARTA — Seorang Ketua RW 010 Kelurahan Sungai Pelungut, Kecamatan Sagulung, Kepulauan Riau, M. Jamil, menggugat aturan KUHP yang berisi ancaman pidana apabila membiarkan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berkeliaran.

Mahkamah Konstitusi (MK) lantas menggelar sidang uji materiil terhadap Pasal 491 angka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pada Rabu (17/5/2023). 

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Menurut pemohon melalui kuasa hukumnya Risky Kurniawan, Ketua RW 010 itu merasa terancam dengan keberadaan ODGJ yang marak berkeliaran dan membuat onar di tempat tinggalnya.

Pemohon menguji Pasal 491 angka 1 KUHP yang menyatakan “Diancam dengan pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah: 1. Barang siapa diwajibkan menjaga orang gila yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain, membiarkan orang itu berkeliaran tanpa dijaga.” 

Menurut penggugat, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Lebih jelas lagi, di hadapan Majelis Sidang Panel Perkara Nomor 48/PUU/XXI/2023 yang terdiri atas Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Risky menyebutkan alasan-alasan permohonan. 

“Dengan adanya penerapan pasal a quo yang tidak jelas atau multitafsir, Pemohon yang tidak memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa, tetap merasa takut akan dituntut. Bahwa norma tersebut tidak mampu memberikan perlindungan kepada pemohon, maka yang bertanggung menjaga orang gila tersebut adalah sanak saudara tersebut atau pejabat yang diberikan kewenangan untuk menjaga,” sebut Risky, mengutip laman resmi MK.

Dalam petitum, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 491 angka 1 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa “yang” tidak ditambahkan pada Pasal tersebut sehingga menjadi “Barang siapa yang diwajibkan menjaga orang gila yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain, membiarkan orang itu berkeliaran tanpa dijaga”.

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam nasihatnya menyebutkan pada permohonan sebelumnya Pemohon telah mengajukan perkara yang serupa. 

Untuk itu, pemohon diminta untuk mencermati putusan MK terdahulu agar pemohon tidak mengalami hal yang sama terkait adanya legal standing pemohon. 

Selain itu, objek yang diajukan pada permohonan ini sama dengan permohonan terdahulu. “Jika tidak memperlihatkan karakter yang berbeda, maka ini akan berlaku nebis in idem. Kata yang dipersoalkan juga kata ‘yang’,” jelas Guntur.

Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mencermati permohonan pada bagian yang menyatakan maraknya ODGJ berkeliaran di jalanan dan membuat onar.

Untuk itu, perlu dijelaskan alasan-alasan permohonan dan landasan yang dibuat berbeda dari permohonan sebelumnya. “Ini juga dapat disertakan bukti dari yang pernah diganggu oleh ODGJ,” sebut Daniel.

Berikutnya, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul meminta kepada pemohon menguraikan alasan permohonan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas pihak yang menjaga ODGJ yang dimaksudkan. 

Pada penghujung persidangan, Manahan menyebutkan [emohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan. 

Naskah perbaikan disampaikan selambat-lambatnya pada Selasa, 30 Mei 2023 pukul 13.30 WIB ke Kepanitaraan MK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya