SOLOPOS.COM - Para prajurit TNI berfoto bersama warga Kampung Digi di perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. (Okezone)

Warga kampung di perbatasan RI-Papua Nugini ini bingung karena kampung mereka tak masuk peta.

Solopos.com, PAPUA — Prajurit TNI dari Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-Papua Nugini menemukan kampung terisolasi saat patroli patok batas Meridian Monumen (MM) 7.2.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Bahkan, kampung yang oleh masyarakat adat setempat diberi nama Digi ini tidak masuk dalam peta wilayah Indonesia. Wilayah itu berpenghuni lima keluarga berisi sekitar 30 jiwa.

Tokoh adat Kampung Digi, Terry Digibin, memaparkan sebelumnya  jumlah penduduk di kampung yang berbatasan dengan Papua Nugini (PNG) tersebut dihuni sekitar 100 orang. Namun, karena tidak tahu wilayahnya masuk NKRI atau PNG, warga lain sudah berpindah ke PNG.

“Dulu sekitar 100 orang ada itu yang tinggal di kampung, hanya kami tidak tahu apakah kami warga Indonesia atau PNG, maka sebagian warga sudah ada yang di PNG,” papar dia kepada awak media dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata, beberapa waktu lalu.

Terry mengatakan hingga saat ini kampung tersebut belum pernah terjamah pemerintah daerah. Alhasil, dengan belum diketahuinya status kewarganegaraan  mereka, warga tidak tahu ke mana harus menuntut hak mereka.

“Belum pernah pemerintah Indonesia datang kemari, kami juga masih bingung, kami masuk wilayah administrasi mana sehingga semua infrastruktur juga tidak ada, dan kami juga bingung mengeluh ke mana,” kata dia.

Warga setempat tidak memiliki penghasilan layaknya warga di kampung lain. Terlebih lagi, mata pencaharian warga berburu dan berkebun, hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup  sehari-hari.

Tak hanya permasalahan ekonomi, pendidikan dan kesehatan di kampung ini juga tidak ada sama sekali. “Untuk makan kami sehari-hari makan keladi, sagu, betatas, dan hasil buruan kami di hutan. Untuk pendidikan dan kesehatan tidak ada. Kalau ada warga yang sakit ya kami menggunakan ramuan dari hutan juga untuk obat,” ujar dia.

Struktur bangunan perumahan warga hanya terbuat dari kayu beratap daun sagu. Sementara jarak antarrumah satu dan lainnya sekitar 10-20 meter, membuat kampung tersebut tampak sunyi.

Bahasa sehari-hari mereka gunakan bahasa daerah Dumnye, sebagian besar penduduk setempat tak dapat berbahasa Indonesia. “Warga di sini hanya bisa bahasa Dumnye dan bahasa Fiji asal PNG. Bahasa Indonesia sangat susah digunakan,” terang Terry.

Sementara itu, Komandan Satgas Pamtas RI-PNG Yonif Raider 700/WYC, Letkol Horas Sitinjak, mengakui kampung di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang belum terdaftar dalam administrasi pemerintahan.

“Iya benar, anggota saya saat melakukan patroli patok batas menemukan satu kampung yang sama sekali belum tersentuh pemerintah. Di dalam peta tak ada, tapi ternyata di sana ada kampung. Ini sudah kami laporkan ke Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang,” kata Letkol Inf Horas Sitinjak, Minggu (13/11/2016).

Dia mengakui sebagian besar masyarakat di Kampung Digi tak tahu sebenarnya mereka warga Indonesia atau PNG. Namun, yang pasti kampung tersebut masuk wilayah Indonesia.

“Kampung ini masuk wilayah Indonesia dan berada pada titik koordinat 9732-2580,” papar dia.

Penemuan Kampung Digi dengan kondisi terisolasi menggambarkan wilayah perbatasan NKRI masih jauh dari perhatian pemerintah. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan melakukan pendataan dan pemerataan pembangunan di wilayah yang menjadi corong terdepan bangsa ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya