SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Solopos.com, JAKARTA — Sebanyak 74 pelaut perikanan yang bekerja di kapal-kapal perikanan Taiwan, dipulangkan ke Indonesia melalui Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Selasa (18/2/2014). Pelaut yang dipulangkan dari Cape Town, Afrika Selatan, itu menambah panjang kasus pelaut Indonesia yang ditelantarkan saat bekerja di kapal-kapal Taiwan.

Kedatangan pelaut dari Cape Town disambut oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Sonny Pattiselanno, staf Protokol dan Konsuler KBRI di Pretroria-Afsel, Risa WS Wardhani, Konsul RI di Cape Town, Adhi Wibowo, serta Direktur Mediasi dan Advokasi Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Teguh Hendro Cahyono. Ke-74 pelaut itu bekerja di tujuh kapal penangkap ikan atau longline Taiwan yang beroperasi di fishing ground internasional, termasuk di fishing ground Afrika Selatan.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Pemulangan ke-74 pelaut yang sebagian besar berasal dari kawasan Pantura Jawa Barat/Jawa Tengah itu mendarat di bandara Halim Perdanakusuma dengan pesawat carteran bantuan pemerintah Afrika Selatan. Dokumen perjalanan mereka difasilitasi oleh Konjen RI di Cape Town, Afrika Selatan.

Menurut Hanafi, ke 74 pelaut yang dipulangkan tersebut direkrut oleh 12 agen perekrutan (manning agency) di Indonesia. Umumnya agen-agen itu berada di Jakarta dan mereka diterbangkan ke beberapa pelabuhan yang disinggahi kapal di luar negeri. Sebagian ada yang melalui beberapa pelabuhan transit sebelum ditempatkan di kapal atau dipindah-pindahkan ke kapal lain di laut.

“Mereka bekerja di tujuh kapal perikanan dengan kontrak kerja rata-rata tiga tahun, tapi ada yang sudah bekerja sampai lima dan tujuh tahun. Gajinya antara USD170 – 350 per bulan, tergantung pekerjaannya. Namun mereka rata-rata hanya menerima gaji selama empat bulan pertama. Selebihnya sampai saat dipulangkan ke Tanah Air, belum dibayar,” tuturnya.

Hanafi menegaskan, sudah terlalu banyak pelanggaran yang dilakukan pemilik/operator kapal ikan Taiwan terhadap pelaut Indonesia. Mulai kondisi kerja yang tidak layak, perlakuan tidak manusiawi, human trafficking, sampai melecehkan negara dan bangsa Indonesia karena menggunakan bendera tanpa melalui prosedur yang ditentukan.

“Pemerintah RI harus bertindak tegas dengan melakukan moratorium penempatan pelaut Indonesia ke kapal-kapal ikan Taiwan. Moratorium baru dibuka kembali setelah pengusaha Taiwan sanggup memberikan perlindungan dan kesejahteraan terhadap pelaut Indonesia sesuai standar internasional,” tegasnya.

Merespons kasus tersebut, KPI mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium atau penghentian sementara penempatan pelaut Indonesia ke kapal perikanan milik atau yang dioperasikan pengusaha Taiwan.

Presiden KPI Hanafi Rustandi,mengatakan semakin banyak kasus penelantaran pelaut/anak buah kapal (ABK) Indonesia oleh kapal-kapal perikanan Taiwan, tanpa ada penyelesaian yang tuntas, terutama menyangkut hak upah para ABK yang tidak dibayarkan.  Selain sering menyengsarakan pelaut, kapal-kapal Taiwan itu juga merusak citra Indonesia karena sering berganti nama dan menggunakan bendera Indonesia di tengah laut tanpa melalui prosedur yang legal.

“Pemerintah harus segera melakukan moratorium untuk menghentikan kasus-kasus perbudakan pelaut Indonesia di kapal-kapal perikanan Taiwan,” ujar Hanafi kepada Bisnis, Rabu (19/2/2014) pagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya