SOLOPOS.COM - Menko Polhukam Wiranto (kiri) bersama Menkominfo Rudiantara (kedua kiri) memberi keterangan pers di Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (12/7/2017, terkait Perppu Ormas.(JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)

Perrpu Ormas tak hanya mengatur sanksi bagi ormas anti-Pancasila. Ormas yang main hakim sendiri dan anggotanya juga bisa dipidana.

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 10 Juli 2017 menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2017 tentang Perubahan Atas UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Di bandingkan UU No. 17/2013, perppu ini memuat sejumlah aturan baru, termasuk larangan dan sanksi baik terhadap ormas maupun anggotanya.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

UU Ormas dinilai belum belum mengatur secara komprehensif tentang ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sehingga ada kekosongan hukum khususnya sanksi kepada parpol. Tak hanya ormas, anggota pengurus pun bisa terkena sanksi hukum.

Dikutip Solopos.com dari siaran pers di Setkab.go.ig, Perppu Ormas juga menghapuskan sejumlah ketentuan dalam UU No. 17/2013. Perubahan itu mulai dari Pasal 63 hingga Pasal 80, Pasal 81, dan penambahan Pasal 80A, 82A, dan Pasal 83A.

Pasal 63–80 yang dihapus mengatur ketentuan mengenai penjatuhan sanksi dan mekanismenya. Dalam UU Ormas, sanksi diawali dengan peringatan tertulis oleh pemerintah dan pemerintah daerah, lalu penghentian sementara kegiatan Ormas dalam lingkup nasional. Setelah itu, pencabutan status badan hukum Ormas hingga permohonan pembubaran Ormas melalui Pengadilan Negeri oleh Kejaksaan atas permintaan tertulis yang diajukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Sedangkan dalam Perppu No. 2/2017, ketentuan sanksi bagi ormas diatur dalam Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 62. Menurut Pasal 60 Perppu No. 2/2017, ormas yang melanggar ketentuan Pasal 21 (kewajiban), Pasal 51 (kewajiban bagi Ormas yang didirikan oleh WNA), dan Pasal 59 ayat (1,2) mengenai larangan-larangan dijatuhi sanksi administratif.

“Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 [larangan bagi Ormas yang didirikan WNA] dan Pasal 59 ayat (3,4) dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana,” bunyi Pasal 60 ayat (2) Perppu No. 2/2017 itu.

Perppu ini juga merubah ketentuan mengenai sanksi administratif yang diatur pada Pasal 61. Aturan itu menjadi: 1. Sanksi administratif terdiri atas: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian kegiatan; dan/atau c. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Sementara terhadap ormas yang didirikan oleh warga negara asing (WNA), selain sanksi administratif juga dikenakan sanksi keimigrasian sesuai peraturan perundangan. Sanksi administratif yang dimaksud berupa pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri; atau pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Menurut Perppu ini, peringatan tertulis sebagaimana dimaksud diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan. Jika ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu dimaksud, menurut Perpres ini, Menteri Hukum dan HAM berwenang menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.

“Dalam hal ormas tidak mematuhui sanksi penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum,” bunyi Pasal 62 ayat (3) Perppu No. 2/2017 itu.

Pencabutan status badan hukum ormas itu sekaligus menyatakan ormas itu bubar berdasarkan berdasarkan Perppu ini.

Sanksi Pidana

Selain penjatuhan sanksi bagi ormas, Perppu No. 2 2017 juga mengatur mengenai ketentuan pidana dengan menyisipkan satu pasal di antara Pasal 82 dan Pasal 83, yaitu Pasal 82A.

Menurut Perppu ini, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf c dan d bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

Pelanggaran dalam pasal 59 ayat 3 huruf c adalah melakukan tindak kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial. Sedangkan dalam huruf d, pelanggaran yang dimaksud adalah melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

Selain itu, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf a & b serta ayat 4, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pelanggaran dalam a adalah melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan). Pelanggaran dalam b adalah melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia). Sedangkan pelanggaran dalam ayat 4 adalah melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NKRI dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

“Selain pidana penjara sebagaimana dimaksud, yang bersangkutan diancam dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana,” bunyi Pasal 82A ayat (3) Perppu No. 2/2017 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya