SOLOPOS.COM - Takbir keliling di kawasan Patung Sukarno, Grogol, Sukoharjo, Minggu (1/5/2022) malam. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Perayaan Hari Raya Idulfitri di Indonesia memiliki catatan sejarah yang menarik untuk diulas dan dicari tahu. Apalagi di momen Lebaran selalu disambut dengan suka cita umat Islam seluruh Tanah Air.

Lebaran merupakan salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu oleh umat muslim di Indonesia. Mereka merayakan Hari Raya Idulfitri ini dengan beraneka cara, mulai dari mudik, bersilaturahmi, berbelanja baju baru, hingga liburan.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Mengutip laman resmi Universitas Pakuan Bogor, pada zaman Rasulullah, umat muslim merayakan Hari Raya Idulfitri setelah menyelesaikan Perang Badar pada 624 Masehi atau tahun ke-2 hijriah. Hal tersebut merupakan perayaan pertama kali Hari Raya Idulfitri umat muslim.

Pada Dinasti Abbasiyah, perayaan Idulfitri dilakukan dengan rangkaian kegiatan yang meriah dan dilakukan selama tiga hari yang diakhiri dengan menyantap beraneka ragam makanan halal yang disajikan.

Dalam buku Empire of the Islamic World karya Robin Santos Doak dijelaskan, umat muslim yang berada di jalan-jalan Kota Baghdad, Irak, dihibur dengan penampilan para musisi dan penyair yang menunjukkan kebolehan mereka. Tentu saja, hiburan tersebut bernilai positif dan tidak melanggar syariat.

Lalu, bagaimana perkembangan sejarah Hari Raya Idulfitri di Indonesia?

Sejarah Hari Raya Idulfitri di Indonesia

Dijelaskan Ibnu Khordabdih dalam bukunya Al Masalik wal Mamalik, mayoritas masyarakat yang hidup di garis khatulistiwa cenderung terbuka. Hal ini cocok dengan perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sikap terbuka inilah yang membuat mereka melakukan silaturahmi dan melakukan halalbihalal saat Hari Raya Idulfitri tiba. Bahkan, Universitas Pakuan menyebut tak sedikit umat non muslim yang ikut dalam acara tersebut.

Sejarah perayaan Hari Raya Idulfitri di Indonesia juga tercatat beragam di berbagai daerah. Salah satunya Lebaran Ketupat, yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga.

Lebaran ketupat merupakan tradisi yang ikut menyemarakkan perayaan Idulfitri masyarakat Jawa ketika itu. Sunan Kalijaga mengajarkan masyarakat Jawa untuk membuat makanan dengan bahan utama beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa. Anyaman daun ketika itu identik dengan ciri khas budaya dan seni masyarakat Jawa.

Sehingga bukan hal sulit bagi masyarakat Jawa ketika itu mengikuti apa yang diajarkan Sunan Kalijaga. Secara filosofis pun, Lebaran Ketupat juga memiliki makna yang mendalam. Kata ketupat yang berasal dari kata kupat dalam bahasa Jawa berarti mengakui kesalahan. Sehingga dalam Lebaran Ketupat pun dikenal dengan istilah sungkeman, memohon maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya