SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tahun baru Imlek lekat dengan kisah Gus Dur saat menjabat sebagai Presiden.

Solopos.com, JAKARTA – Nama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur selalu disinggung setiap kali perayaan Imlek tiba. Perannya dalam mengakomodasi perayaan tahun baru China menjadi hari libur nasional memang patut diacungi jempol.

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

Dikisahkan dalam JIBI/Bisnis Indonesia Weekend, Minggu (7/2/2016), selama kurun 1968-1999, perayaan Tahun Baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto melalui Inpres Nomor 14/1967 melarang segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk Imlek.

Namun, setahun setelah cucu pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy’ari itu menjadi orang nomor satu di negeri ini pada 1999, Gus Dur mencabut Inpres tersebut.

Sejak saat itulah, masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Imlek. Mulai saat itu pula, berbagai kebudayaan yang melekat pada masyarakat Tionghoa, seperti barongsai, dipertontonkan di depan umum dan hingga kini banyak dikenal masyarakat.

Maka tidak berlebihan jika banyak yang menyebut Gus Dur sebagai “Bapak masyarakat Tionghoa” bahkan “Bapak kaum minoritas” di Indonesia.

Bagi Gus Dur, seperti diceritakan oleh Yenny Wahid, etnis Tionghoa dan juga budaya mereka, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan bangsa Indonesia.

Melalui etnis Tionghoa, Islam bisa tersebar ke Nusantara bersama pedagang India. Terbukti dengan adanya keturunan Tionghoa yang masuk dalam jajaran Wali Songo, penyebar Islam di Nusantara.

Keputusan Gus Dur menghapus Inpres Nomor 14/1967, banyak menuai penolakan dengan alasan khawatir komunisme kembali hidup di Indonesia. Namun, bagi mantan Ketua Umum PBNU itu, seperti yang diungkapkan mantan Asisten Pribadi Gus Dur Ngatawi Al Zastrouw, Gus Dur adalah budayawan dan agamawan.

Menurut Gus Dur, Imlek dan tradisi barongsai merupakan bagian dari kebudayaan. Jika dikelola dengan baik dan benar dapat menjadi sarana menyebarkan nilai-nilai kebaikan, seperti yang dilakukan oleh para Wali dalam menyebarkan Islam di Indonesia, melalui wayang.

Kehadiran Gus Dur sebagai jembatan untuk memberikan hak yang sama bagi etnis Tionghoa di Indonesia juga diakui oleh novelis Remy Silado.

“Pada masa Gus Dur lah, tradisi barongsai mulai dipertontonkan, dan kini sudah mendunia.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya