SOLOPOS.COM - BELUM LENGKAP -- Para pejabat KNKT, Basarnas dan tim SAR Rusia memegang peranti cockpit voice recorder (CVR) yang sudah ditemukan dari reruntuhan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di lereng Gunung Salak, Jawa Barat. Pencarian masih dilakukan terhadap peranti Flight Data Recorder (FDR) untuk memperlancar upaya penyelidikan atas jatuhnya pesawat baru tersebut. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

BELUM LENGKAP -- Para pejabat KNKT, Basarnas dan tim SAR Rusia memegang peranti cockpit voice recorder (CVR) yang sudah ditemukan dari reruntuhan pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di lereng Gunung Salak, Jawa Barat. Pencarian masih dilakukan terhadap peranti Flight Data Recorder (FDR) untuk memperlancar upaya penyelidikan atas jatuhnya pesawat baru tersebut. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tetap terus mencari bagian lain dari kotak hitam pesawat Sukhoi Super Jet 100 yakni Flight Data Recorder (FDR) karena tanpa alat ini analisis penyebab kecelakaan tidak akan akurat dan butuh waktu lebih lama.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

“Kami akan terus mencari FDR dari black box dari pesawat Sukhoi yang jatuh ini, karena tanpa FDR hasil investigasi akan kurang akurat dan lebih lama,” kata Senior Investigator Kecelakaan Transortasi Udara Komite Nasional Keselamatan Transortasi (KNKT) Mardjono Siswosuwarno di kantor KNKT, hari ini.

Dia menjelaskan pihaknya belum bisa memastikan sampai kapan pencarian FDR. Dia mencontohkan, pencarian FDR untuk kecelakaan pesawat Garuda di Sibolangit, Sumatera Utara membutuhkan waktu 26 hari. “Bisa sama seperti di Sibolangit, tetap dicari sampai capek,” kata Mardjono.

Mardjono mengatakan FDR ini merupakan bagian yang fungsinya merekam data penerbangan Adapun cockpit voice recorder (CVR) yang merupakan perekam pembicaraan di kokpit pesawat termasuk pembicaraan antara pilot dan pemandu lalu lintas udara (Air Traffic Controller/ATC) serta untuk mengetahui tekanan udara dan cuaca selama penerbangan. Walau dinamakan kotak hitam, sebenarnya kotak berwarna jingga (oranye), sehingga mudah melakukan pencarian jika pesawat mengalami kecelakaan. Penempatan kotak hitam ini dilakukan sedemikian rupa sehingga mudah ditemukan.

Senior Investigator KNKT Suryanto Cahyono mengatakan penemuan Emergency Locator Transmitter (ELT) Sukhoi karena dibantu oleh empat radar Bandara Soekarno-Hatta. ELT ditemukan di ketinggian 6.000 kaki tempat jatuhnya pesawat. “Posisi yang didapat persis apa yang ada di radar bandara Cengkareng, yakni di sekitar 6.000 feet. ELT ditemukan bukan karena frekuensi yang dipancarkannya, karena saat ditemukan, ELT tidak berfungsi,” ucapnya.

Dia menjelaskan tidak berfungsinya ELT karena rusak akibat kecelakaan.Di pesawat Rusia ini, ada dua ELT, satu dipasang di ekor, dan satunya ELT portabel di kabin. Keduanya tidak berfungsi karena rusak saat pesawat jatuh. Frekuensinya 121.5 MHz, dan 406 MHz. “Frekuensi 406 dipakai saat ini oleh satelit Cospas, Sarsat, satelit AS dan Rusia. Sebelum 2009, frekuensi 121.5, ini ada dalam ELT. Tapi, kondisi frekuensi tidak memengaruhi pencarian,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya