SOLOPOS.COM - Ilustrasi (indoflyer.com)

Suap reklamasi Jakarta memunculkan dugaan adanya negosiasi soal kewajiban kontribusi pengembang. Namun Sunny Tanuwidjaja menyebut bukan itu masalahnya.

Solopos.com, JAKARTA — Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaja menangkis dugaan dirinya berperan sebagai perantara atau penghubung antara DPRD DKI Jakarta dan pengembang pulau reklamasi Teluk Jakarta.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

“Anggota DPRD dan pengusaha itu sudah lama kenal kok. Bahkan sebelum ada saya,” ujarnya di pendopo Balai Kota DKI, Senin (11/4/2016).

Dia menuturkan tuduhan kuasa hukum tersangka dugaan suap reklamasi Mochammad Sanusi yang menyatakan bahwa dirinya menjadi perantara tidak benar. “Misalnya, kayak Pak Sanusi dan Pak Ariesman. Setahu saya mereka kenal sejak 2004,” jelasnya.

Menurutnya, kedekatan dua orang tersebut terjadi lantaran status Sanusi sebagai pengusaha properti sebelum menjadi anggota DPRD DKI. Menurut Sunny, pernah ada kerja sama antara adik Mochammad Taufik tersebut dengan PT Agung Podomoro Land Tbk.

“Hubungan mereka sebenarnya sudah lama. Gak perlu saya kenal untuk bicara gitu,” kata mantan peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tersebut.

Soal dugaan negosiasi tentang kewajiban kontribusi sebesar 15% kepada pengembang seperti yang diinginkan Pemprov DKI Jakarta, Sunny membantah ada upaya itu. Namun, yang terjadi adalah apakah kewajiban itu diatur di Pergub atau Perda. Sunny juga membantah dirinya terlibat negosiasi dengan Sanusi terkait hal itu.

“Sanusi itu selalu kalau bicara sama saya, (Sanusi) menyebut Pak Gubernur itu ‘Kokoh’. Jadi sebenarnya bukan nego bagaimana, tapi di mana mau di Perda atau di Pergub? Itu dua-duanya sama saja, enggak bisa ngeles kok. Tetap 15 persen dan Pak Gubernur sudah buka ke mana-mana. Kalau saya dengan Pak Sanusi enggak ada negosiasi. Enggak ada negosiasi,” katanya.

Nama Sunny Tanuwidjaja mencuat tak lama setelah KPK menangkap tangan M. Sanusi yang menerima uang sebesar Rp1,14 miliar. Uang tersebut diduga sebagai pelicin dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara.

Sunny kini dicegah bepergian keluar negeri oleh KPK. Selain Sunny, KPK juga mencegah Bos PT Agung Sedayu Sugianto Kusuma alias Aguan. Pencegahan terhadap keduanya berlaku selama 6 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya