SOLOPOS.COM - Tersangka kasus suap DPRD DKI Jakarta Ariesman Widjaja (tengah) tiba di Gedung KPK untuk menyerahkan diri di Jakarta, Jumat (1/4/2016). Presdir PT Agung Podomoro Land itu menyerahkan diri setelah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta M Sanusi yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) beserta barang bukti uang suap Rp1,140 miliar terkait reklamasi pesisir utara Jakarta dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis. (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Suap reklamasi Jakarta dengan terdakwa bos Agung Podomoro Land mulai disidangkan. Dakwan JPU menjelaskan bagaimana Sanusi meminta jatah kue suap.

strong>Solopos.com, JAKARTA — Dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang pertama kasus suap reklamasi Teluk Jakarta dengan terdakwa Presdir PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, menunjukkan bagaimana anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi meminta jatah suap.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

Dakwaan itu menceritakan, suatu hari, sekitar akhir Maret lalu, Gerry Prastia mendapat perintah dari Mohamad Sanusi untuk meminta “kue” (uang suap) kepada Ariesman. Dia kemudian menghubungi Trinanda Prihantoro, karyawan APLN yang menjadi penghubung Ariesman untuk kepentingan tersebut. Melalui pesan singkatnya, dia menyampaikan niatan bosnya itu.

“Pak, Si Om minta lagi kuenya,” tulis Gerry dalam pesan singkatnya. Tak lama berselang, jawaban pun datang dari Trinanda. “Oke, ntar dikonfirmasikan lagi,” balas Trinanda.

Setelah mendapat balasan, Gerry kemudian memberitahu Sanusi. Dia mengatakan, permintaannya sudah disampaikan dan sedang menunggu konfirmasi dari Ariesman. Mendapat kabar stafnya tersebut, Sanusi kemudian mengiyakannya sembari meminta kepastian pemberian jatah “kue” tersebut.

“Oke bilangin, minta barangnya besok,” Sanusi menimpali pernyataan sopirnya.

Singkat cerita, Gerry kemudian mengirimkan pesan bosnya tersebut ke pihak APLN. Trinanda yang lagi-lagi menjadi penghubung antara kedua pihak menyampaikan permintaan adik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik itu. Pada 31 Maret, Gerry kembali memastikan permintaan Sanusi sudah disetujui.

“Kemarin sih sudah saya sounding, Mas. Kalau bisa dan udah ready ntar sore kita ngopi-ngopi lagi nih,” ujar Trinanda memastikan. “Oh ya mas, kalau mau mengambil kue, jangan lupa bawa keranjangnya ya,” kata dia menutup pembicaraan Itu.

Cuplikan percakapan itu terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan kedua terdakwa suap Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro. Sidang itu mempertegas sejumlah dugaan soal sebab musabab munculnya kasus suap tersebut.

Menurut jaksa, suap itu berawal dari kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal nilai kontribusi tambahan senilai 15% kepada pengembang. Pihak pengembang merasa keberatan dengan jumlah kontribusi tersebut. Proses lobi pun kemudian dimulai.

Dalam dakwaan jaksa, tampak bahwa Ariesman meminta Trinanda untuk mengumpulkan masukan dari sejumlah pengembang terkait kebijakan pemprov tersebut. Dari situ, Ariesman kemudian meminta Trinanda untuk berkoordinasi dengan Mohamad Sanusi. Mereka kemudian bertemu untuk membicarakan soal keberatan pengembang tersebut.

Ada misi khusus, pengembang tidak ingin nilai kontribusi tambahan senilai 15% dari nilai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dimasukan ke pembahasan raperda. Oleh karena itu, berbagai pertemuan dilakukan antara pengembang dengan sejumlah anggota DPRD.

Pada awal Desember 2015, pertemuan digelar. Bertempat di Taman Golf Timur II/11-12 Pantai Indah Kapuk, Mohamad Taufik selaku Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang merangkap Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda), Mohamad Sanusi, Prasetyo Edi Marsudi, Mohamad “Ongen” Sangaji, dan Selamat Nurdin bertemu dengan Bos Agung Sedayu Grup Sugianto Kusuma alias Aguan. Sesuai dakwaan jaksa, waktu itu Aguan meminta mereka segera mempercepat proses pembahasan raperda.

Rupanya nilai kontribusi masih menjadi ganjalan pengesahan raperda tersebut. Pada Februari, di lantai 4 pusat pertokoan Glodok Mangga Dua, Ariesman kembali melakukan pertemuan dengan Sanusi, Aguan, dan Richard Halim Kusuma. Permintaannya masih sama, soal percepatan pembahasan raperda.

Proses suap pun dimulai saat Ariesman bertemu dengan Sanusi di sebuah tempat di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Presdir APLN mengungkapkan perusahaannya keberatan membayar nilai kontribusi sebesar 15% tersebut. Dia pun meminta kepada Sanusi untuk membantunya dengan iming-iming uang senilai Rp2,5 miliar.

Proses terus dilakukan hingga terjadinya operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap Sanusi, Trinanda, dan Ariesman. Ariesman sendiri didakwa oleh jaksa melanggar pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Tindak Pidan Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dakwaan tersebut memperlihatkan Ariesman sebagai sosok sentral dalam kasus tersebut. Selain itu, dalam dakwaan itu, tidak disebutkan secara detil soal peranan Aguan. Aguan hanya disebutkan menyuruh Sanusi untuk mempercepat proses pembahasan raperda tersebut.

Penasihat hukum Ariesman, Adardam Achyar, mengatakan pihaknya belum berkomentar terkait dakwaan tersebut. Pasalnya mereka masih membutuhkan waktu untuk mempelajari dakwaan tersebut. “Saya tidak melihat begitu, berikan kami kesempatan untuk mengikuti persidangan ini,” ujar dia seusai sidang.

Dia menambahkan, kasus itu merupakan operasi tangkap tangan, sehingga pihaknya merasa tidak perlu menyiapkan esepsi/pembelaan. Selain itu terdakwa menginginkan prosesnya cepat selesai dan segera mendapat kepastian hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya