SOLOPOS.COM - Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang (kedua kiri) berjalan setibanya untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/6/2023). Panji Gumilang memenuhi panggilan dari tim investigasi bentukan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil guna mengklarifikasi sejumlah isu kontroversial yang kini tengah menjadi sorotan publik terkait pondok pesantren di Indramayu tersebut. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nym.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. memberi isyarat status Panji Gumilang sudah tersangka kasus penodaan agama terkait aktivitas kontroversialnya di Ponpes Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.

Menurutnya, status tersangka Panji Gumilang tinggal menunggu diumumkan.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Polri, kata Mahfud Md., masih mengkaji apakah tersangka dalam kasus tersebut tunggal atau lebih dari satu.

“Sekarang kan sudah dalam proses penyidikan, penyidikannya ke yang dia lakukan. Kalau sebentar lagi ada penetapan tersangka, ya mestinya paling tidak dia atau masih ada lagi siapa nanti,” ujar Menkopolhukam seperti dikutip Solopos.com dari tayangan TV One, Senin (10/7/2023).

Politikus asal Madura itu menyatakan gelar perkara yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri beberapa hari lalu telah menyimpulkan ada tindak pidana terkait Panji Gumilang.

Polisi, kata dia, tinggal memastikan siapa saja tersangkanya.

Ia meminta masyarakat mempercayakan kepada Polri terkait penegakan hukum terhadap Panji Gumilang dan melarang masyarakat tidak bertindak sendiri yang melanggar hukum.

“Gelar perkara sudah, sudah naik ke penyidikan pasti, tinggal memastikan siapa saja tersangkanya. Itu harus dtiindak secara hukum. Masyarakat tidak boleh main hakim sendiri, dan percayakan kepada aparat karena aparat itu juga punya tim ahli,” ujar Mahfud.

Seperti diketahui, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang, dilaporkan atas kasus dugaan penodaan agama terkait sejumlah kontroversi yang dibuatnya selama ini.

Namun polisi menyebut ada indikasi pidana lain selain yang dilaporkan oleh sejumlah orang terhadap Panji Gumilang.

Indikasi pidana baru yang diduga bakal menjerat Panji Gumilang adalah terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Hasil penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik dalam hal ini Kasubdit 1 Pidum menemukan tindak pidana yang kita nyatakan baru yaitu tentang UU ITE,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan, Kamis (6/7/2023).

Djuhandhani menyebut pihaknya menyangkakan Pasal 45a ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Dia mengatakan untuk kasus Panji Gumilang saat ini sudah naik penyidikan di Bareskrim Polri dan telah dikirimkan surat perintah dimulai penyidikan (SPDP) ke pihak Kejaksaan.

“Kemarin naik penyidikan dan SPDP (surat perintah dimulai Penyidikan) kami kirim ke Kejaksaan kemudian penyidik melakukan pemeriksaan beberapa saksi hari ini,” ujarnya.

Dibela Aktivis

Panji Gumilang mendapat dukungan dari sejumlah organisasi aktivis yang tergabung dalam Koalisi Anti Pasal Penodaan Agama.

Para aktivis tersebut menilai pelaporan Panji Gumilang ke polisi merupakan upaya kriminalisasi terhadap perbedaan pemahaman dan keyakinan agama.

Koalisi Anti Pasal Penodaan Agama terdiri atas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Satu Keadilan (YSK), SETARA Institute, Solidaritas Korban Tindak Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (Sobat KBB) dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk).

Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur menyayangkan langkah kepolisian memproses laporan dengan delik penodaan agama terhadap Panji Gumilang.

Menurutnya, pelaporan itu merupakan upaya kriminalisasi terhadap Panji Gumilang karena memiliki pandangan dan amalan keagamaan yang berbeda.

Hal itu, kata dia, melanggar hak dan kebebasan beragama atau berkeyakinan dan berkepercayaan.

“Padahal Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 menegaskan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya,” ujarnya seperti dikutip Solopos.com dari rilisnya.

Pola kriminalisasi terhadap terhadap pimpinan Al-Zaytun, menurut Muhammad Isnur, mirip dengan pola-pola kriminalisasi pada kasus-kasus penodaan agama sebelumnya.

Mereka dihukum melalui proses pengadilan yang berdasarkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang disertai dengan mobilisasi dan tekanan massa.



Isnur mengkhawatirkan aparat pemerintah dan penegak hukum, baik di pusat maupun daerah, tidak melakukan pencegahan dan penegakan hukum secara adil dan optimal.

“Polisi harus menghentikan kriminalisasi terhadap Panji Gumilang. Ini pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, karena terus berulang merampas hak dan kebebasan beragama yang dijamin konstitusi,” desak Isnur.

SETARA Institute mencatat penerapan pasal-pasal penodaan agama lebih tampak sebagai ‘peradilan’ oleh tekanan massa (trial by mob).

Pasal-pasal penodaan agama adalah ketentuan hukum yang problematis, dengan unsur-unsur pidana yang kabur dan tidak memberikan kepastian hukum.

Padahal, pandangan dan ijtihad keagamaan Panji Gumilang adalah bentuk kebebasan beragama, berpendapat, dan berekspresi warga yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara.

“Kami menuntut pihak kepolisian untuk tidak tunduk pada tekanan massa dan kelompok keagamaan tertentu, seperti MUI, yang memberikan fatwa (pendapat) tunggal dan tertutup atas pemahaman keagamaan Panji Gumilang,” tegas Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya