SOLOPOS.COM - Koran Solopos edisi Sabtu-Minggu (17-18/6/2023).

Solopos.com, SOLO–Harian umum Solopos edisi Sabtu-Minggu (17-18/6/2023) yang terbit hari ini mengangkat headline tentang kekhawatiran dampak dari fenomena cuaca El Nino berupa kekeringan ekstrem yang mengancam produksi tanaman pangan khususnya beras.

Diberitakan Solopos hari ini, pemerintah baik pusat dan daerah pun sudah mewanti-wanti soal antisipasi kekeringan, di antaranya dengan mengendalikan konsumsi beras sebagai bahan pangan pokok.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Klaten misalnya, bahkan menginisiasi gerakan Kemis Ora Nyega atau tidak mengonsumsi nasi tiap hari Kamis. Program itu baru digulirkan di internal pegawai DKPP Klaten. Sebagai pengganti beras, sumber karbohidrat memanfaatkan bahan pangan lokal seperti entik, jagung, ganyong, dan lain-lain.

Di Kecamatan Sambirejo, Sragen, Sukrisno yang merupakan Kepala Desa Sukorejo, juga berjuang merintis penanaman bahan pangan nonberas yaitu jali atau jelai. “Padi itu dikenal sebagai Dewi Sri, tetapi dia punya saudari, namanya Dewi Anjali. Nah Dewi Anjali itu kalau di kehidupan nyata dikenal sebagai tanaman jali,” ujar Sukrisno saat dihubungi Espos, Jumat (16/6/2023).

Menurut Sukrisno, hubungan padi dan jali lebih dekat yang dibayangkan orang-orang. Tanaman padi dan jali sama-sama memiliki malai berisi bulir-bulir buah mereka, tetapi buah jali berukuran lebih besar. Bentuknya bulat dan warnanya hitam.

Dia membudidayakan jali sejak 2022. Menggunakan anggaran ketahanan pangan lewat dana desa, dia mulai menanam jali di lahan kas desa, tepatnya di sela-sela tanaman durian. Di antara dua pohon durian, Sukrisno mencoba menanam kurang lebih 10 batang tanaman jali.

Panen pertamanya di tahun 2022 menghasilkan 1 ton 7 kuintal. Sebagian lantas digunakan menjadi benih masa tanam 2023. “Sisanya saya jual ke perusahaan eLSi Camp, semacam perusahaan NGO yang mengenalkan saya dengan jali ini,” tutur Sukrisno.

Laudato Si’ Camp atau eLSi Camp adalah komunitas LSM yang terfokus pada ekonomi warga. Mereka mengembangkan pangan dari biji jali dan Desa Sukorejo menjadi salah satu lokasi mereka mengembangkan program ini.

Selengkapnya simak di Harian Umum Solopos edisi hari ini.

Belajar Budaya Jawa di Kampung Njawani

Kampung Inggris tempat belajar bahasa Inggris sudah banyak dikenal, khususnya yang terletak di Pare, Kediri, Jawa Timur. Di Solo, tepatnya di Kampung Gebang RW 016 Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Banjarsari, dicanangkan pula program Kampung Njawani, pada Kamis malam (15/6/2023).

Kampung Njawani menjadi ruang nonformal atau tempat terbuka untuk belajar sekaligus nguri-uri budaya Jawa dengan menggandeng para akademisi atau ahli sebagai mentornya.

Konsep Kampung Njawani ini mirip seperti Kampung Inggris yang menjadikan lingkungan kampung sebagai tempat belajar.

Bedanya, Kampung Njawani lebih lengkap memberikan pengetahuan bagi masyarakat umum seputar budaya Jawa, mulai dari bahasa, pakaian atau busana, kesenian, kuliner tradisional dan lain sebagainya. Mereka akan dibimbing langsung oleh para akademisi atau ahli, dari tingkat sarjana hingga profesor.

“Kami sudah berkoordinasi dengan banyak pihak melalui pengabdian masyarakat di kampus-kampus, kami sudah rasan-rasan dengan sejumlah dosen di UNS, prodi Etnomusikologi ISI Solo juga sudah oke,” ucap ketua panitia Kampung Njawani, Nanang Eko Setyawan yang juga akrab disapa Mas Bey saat peluncuran.

Ada sekitar 10 sampai 20 akademisi yang siap menjadi pembimbing di Kampung ini. Lokasi yang akan digunakan untuk pembelajaran nonformal ini di Sanggar Wong Alasan dan pendapa kecil milik dalang Ki Purbo Asmoro.

Selengkapnya simak di Harian Umum Solopos edisi hari ini.

Ahli Keris Empu Sedayu Jadi Sumber Nama Dukuh

Nama Dukuh Dayu yang terletak di wilayah Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang, Sragen, cukup familiar di telinga warga Bumi Sukowati atau Sragen.

Dukuh yang terdiri atas tiga rukun tetangga (RT) tersebut terkenal karena adanya destinasi wisata nDayu Park milik keluarga Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati. Di dukuh itu pula, mantan Bupati Sragen Untung Wiyono tinggal.

Dukuh ini terdiri atas RT 027, 028, dan 029. Nama Dayu diambil dari nama punden berupa sendang kecil di lingkungan RT 027, Dukuh Dayu. Punden itu konon merupakan tempat seorang empu keris yang dikenal dengan nama Empu Sedayu.

Berdasarkan sejumlah referensi, Empu Sedayu diduga merupakan sosok yang sama dengan Empu Pangeran Sedayu.

Pemilik nama asli Empu Supo Madrangi itu seorang empu keris dari era Majapahit, yang hidup pada abad XV. Empu Supo Madrangi merupakan adik Empu Tumenggung Supodriyo Zidni yang beristri Dewi Rasawulan atau adik Sunan Kalijaga. Keris buatan Empu Supo Madrangi yang terkenal bernama Kiai Nagasasra, Kiai Sengkelat, dan Kiai Carubuk.

Sesepuh di Dukuh Dayu, Darmo Ijoyo, 75, saat berbincang dengan Espos, Jumat (16/6/2023), mengungkapkan dulu Dukuh Dayu berada di sebelah timur sungai karena Punden Sedayu terletak di timur sungai.



“Pada zaman Belanda, seorang lurah yang terkenal dengan sebutan Mbah Ronggo memindahkan penduduk di timur sungai ke ke barat sungai. Hingga sekarang permukiman Dukuh Dayu hanya ada di barat sungai,” jelasnya.

Selengkapnya simak di Harian Umum Solopos edisi hari ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya