SOLOPOS.COM - Koran Solopos edisi Kamis (18/1/2024).

Solopos.com, SRAGEN–Ulasan tentang Karena itu kalangan petani pun menantang para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) serta para calon anggota legislatif (caleg) di pusat dan daerah agar secara riil mewujudkan kesejahteraan petani dan tidak larut dalam slogan kosong muatan diangkat menjadi headline Harian Umum Solopos edisi hari ini, Kamis (18/1/2024).

Diberitakan Solopos hari ini, anjloknya alokasi pupuk bersubsidi sampai 43% menunjukkan pemerintah tidak memikirkan nasib petani. Hal itu disampaikan Ketua Kon­tak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, saat berbincang dengan wartawan untuk menanggapi turunnya alokasi pupuk bersubsidi, Selasa (16/1/2024).

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

Suratno menyampaikan petani saat ini masih diuntungkan dengan harga gabah kering panen (GKP) yang tinggi di atas Rp7.000/kg sehingga turunnya jatah pupuk bersubsidi itu belum menimbulkan pergolakan petani.

“Persoalan alokasi pupuk itu krusial karena menyangkut kesejahteraan petani. Perbandingannya pada biaya produksi di hulu dan harga penjualan di hilirnya. Selama ini petani bisa berbuat apa ta? Petani hanya bisa berkata sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah. Makanya kami berharap para caleg di pusat dan daerah atau para capres-cawapres itu bisa memperjuangkan petani,” pinta Suratno.

Dia mengatakan slogan para caleg dan capres yang ingin me­nyejahterakan petani dan sebagainya itu benar-benar diwujudkan dalam tataran pelaksanaan, tidak ­hanya jargon-jargon saat akan pemilu seperti sekarang ini. “Jangan sampai petani hanya menjadi objek politik karena memang belum bisa menjadi subjek dalam kancah politik. Tren alokasi pupuk bersubsidi turun itu sejak 2018-2019-2020 dan terus sampai sekarang. Turunnya alokasi di 2024 ini malah yang paling parah, paling ekstrem, karena sampai lebih dari 40%,” kata dia.

Sikapi Penolakan Imunisasi dengan Komunikasi

KARANGANYAR—Masih adanya penolakan untuk mengikuti program imunisasi khususnya polio yang kini sedang digencarkan masyarakat membuktikan pentingnya komunikasi dan sosialisasi yang intensif. Yang terbaru, se­dikitnya ada 700 keluarga asal Jatiyoso dan Tawangmangu, Karanganyar, menolak imunisasi polio tersebut.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Karanganyar, Warsito, menyebut peno­lakan imunisasi tersebut terjadi di wilayah Desa Beruk, Jatiyoso, sedangkan Tawangmangu ber­ada di Kelurahan Kalisoro dan Kelurahan Blumbang. Dia me­nga­takan penolakan imunisasi polio lantaran beragam alasan. Salah satunya berkaitan dengan keyakinan warga yang bersangkutan.

Berbagai upaya telah dilakukan Dinkes untuk mengajak warga mau mengikuti program imunisasi polio. ”Kami dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat door to door ke warga. Kami sampaikan bahwa imunisasi aman. Tapi mereka tetap menolak,” kata Warsito, Rabu (17/1/2024). Pihaknya tak bisa memaksakan warga untuk mengikuti program imunisasi polio tersebut. Warga yang kukuh menolak imunisasi diminta menandatangani formulir penolakan.

Menebak Arah Industri Pariwisata

JAKARTA—Kebijakan kepariwisataan Indonesia dinilai belum jelas meski sudah memasuki 2024. Pemerintah belum menentukan pariwisata akan dibawa ke arah quality tourism atau masih bekutat pada mass tourism.

Hal tersebut disampaikan Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari, Minggu (14/1/2024). “Seharusnya di 2024 ini pemerintah lebih mengedepankan quality tourism. Artinya lebih kepada selama apa wisatawan mancanegara [wisman] menghabiskan waktu mereka di kawasan wisata Indonesia dan sebanyak apa mereka membelanjakan uangnya di Indonesia. Hal ini tentunya akan berdampak secara ekonomi kepada masyarakat dan daerah di kawasan wisata tesebut lebih besar,” kata Azril dalam wawancara dengan RRI Pro 3, Minggu.

Menurutnya, sekarang ini keberpihakan kebijakan masih fokus pada mass tourism yang berakibat terhadap wisman yang datang kebanyakan kategori backpacker. Mereka biasanya tidak menghabiskan atau membelanjakan uang dalam jumlah besar meskipun mereka mungkin tinggal lama. “Hal ini tentu tidak berdampak signifikan terhadap masyarakat secara ekonomi,” kata dia.

Jurusan SMK Tak Relevan Jadi Biang Pengangguran

WONOGIRI—Banyak jurusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang dinilai tak lagi relevan dengan kebutuhan lapangan kerja. Hal itu disebut-sebut menjadi alasan lulusan SMK di Kabupaten Wonogiri menyumbang pengangguran terbanyak.

Kepala Bidang Pelatihan, Produktivitas Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Wonogiri, Joko Pramono, mengatakan setiap tahun lulusan SMK di Wonogiri sekitar 7.000 orang. Mayoritas dari lulusan itu langsung terserap di bursa kerja. Namun, dia mengakui sejumlah lulusan SMK juga mengalami kesulitan terserap di dunia kerja. Bahkan menjadi penyumbang terbesar pengangguran di Wonogiri.

Ada beberapa penyebab yang dinilai Joko membuat lulusan sekolah kejuruan itu tidak terserap di dunia kerja. Dia menilai sejumlah jurusan yang tersedia di SMK kurang lagi relevan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini, misalnya jurusan akuntansi dan administrasi perkantoran.

Simak berita di Koran Solopos edisi hari ini, Kamis (18/1/2024), lewat gawai Anda dengan mengakses koran.solopos.com. Untuk memulai berlangganan silakan daftar ke Solopos ID dengan harga mulai Rp9.999. Berlangganan Solopos ID, Anda bisa mengakses berita Koran Solopos lewat gadget, membaca konten khas Solopos.com yaitu Espos Plus, serta menikmati semua berita di Solopos.com tanpa gangguan iklan.

Bila ada pertanyaan atau kendala mengenai Solopos ID, Anda bisa mengakses Pusat Bantuan atau menghubungi WhatsApp pusat layanan pelanggan SoloposID di 081548554656.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya