SOLOPOS.COM - WORKSHOP KREATIVITAS -- Ketua Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Persaturan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) yang juga CEO Srengenge Cipta Imagi Jogja, M Kurniawan, berbicara dalam workshop yang digelar Asppro di Kusuma Sahid Prince Hotel, Solo, akhir pekan lalu. (Espos/Tika Sekar Arum)

Solo (Solopos.com) – Kalangan pelaku usaha industri kreatif di Kota Solo dinilai jauh ketinggalan dibanding Jogja. Kondisi itu terlihat dari stagnannya hasil industri kreatif di Kota Bengawan selama tiga tahun terakhir.

WORKSHOP KREATIVITAS -- Ketua Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) yang juga CEO Srengenge Cipta Imagi Jogja, M Kurniawan, berbicara dalam workshop yang digelar Asppro di Kusuma Sahid Prince Hotel, Solo, akhir pekan lalu. (Espos/Tika Sekar Arum)

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

Ketua Asosiasi Perusahaan dan Praktisi Periklanan Solo (Asppro), MH Qoyim, mengatakan proses kreatif di Solo sampai pada kondisi kritis. Gejala itu setidaknya tampak dalam tiga tahun terakhir. Bukan hanya dalam hal iklan, sektor-sektor lain juga dirasa kehilangan sentuhan kreatifitas. Kondisi itu, menurutnya, membuat Solo jauh ketinggalan dari Jogja.

“Kita bisa lihat dalam ajang-ajang seperti di Pinasthika, hasil karya industri iklan Jogja sangat bagus-bagus. Bagaimana caranya agar Solo menjadi sama seperti Jogja atau minimal sedikit di bawah Jogja. Jangan terlalu jauh ketinggalan,” jelas dia, saat dijumpai wartawan, di sela-sela acara workshop Pede Menjual Kreatif Ide di Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH), Solo, akhir pekan lalu. Kegiatan yang merupakan kerja sama Asppro dengan Harian Umum SOLOPOS tersebut mengundang kalangan perusahaan periklanan, pelaku bisnis termasuk industri furnitur, media, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan mahasiswa.

Keberanian
Menurut Qoyim, dibutuhkan keberanian untuk menampilkan ide kreatif. Saat ini, dia melihat karya pelaku usaha di Solo biasa-biasa saja, tidak inovatif apalagi spektakuler. Padahal jika ingin bersaing dengan kota lain, Solo harus menampilkan ide keratif. Kreatifitas ini sendiri dibutuhkan tidak hanya dalam hal iklan, melainkan juga bidang lain, seperti pariwisata, perhotelan, dan budaya.

Di sisi lain, Qoyim juga melihat masih minimnya apresiasi masyarakat Solo atas karya lokal yang kreatif. Hal tersebut mau tak mau ikut andil menahan perkembangan industri kreatif. “Disayangkan juga, ketika seseorang sudah kreatif, apresiasi masyarakat untuk karya kreatif itu justru tidak ada atau sangat rendah. Dalam hal ini, Asppro juga ingin mengingatkan masyarakat,” imbuh dia.

Hal senada disampaikan Dewan Pakar Asppro, Bambang Ari. Dia menyebut minimnya kreativitas di berbagai sektor, melemahkan daya tarik Kota Solo bagi masyarakat di luar Solo. Terkait hal itu, dia menegaskan, Asppro telah merancang berbagai kegiatan untuk mendorong munculnya ide kreatif di kalangan masyarakat, khususnya dari akademisi. Asppro bakal mengadakan road show ke kampus-kampus dengan harapan dapat berbagi pentingnya ide kreatif di tengah persaingan dunia usaha.

Sementara itu, workshop menghadirkan dua orang narasumber yang merupakan pelaku usaha di bidang perusahaan periklanan dan perhotelan. Keduanya adalah Ketua Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) yang juga CEO Srengenge Cipta Imagi Jogja, M Kurniawan, dan Public Relations Manager Sunan Hotel, Retno Wulandari. Dalam paparannya, Kurniawan menyebut dari total Rp 60 triliun belanja iklan di Indonesia, hanya sebagian kecil yang terserap di wilayah, termasuk di Solo.

tsa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya