SOLOPOS.COM - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati di bawah umur sekaligus diminta membayar restitusi (santunan) kepada para korban. (Antara/Novrian Arbi)

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian PPPA memberikan masukan Kejati Jawa Barat terkait vonis terhadap terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan, yakni biaya ganti kerugian Rp331,5 juta yang dibebankan kepada negara.

Pertemuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat pada Jumat (18/2/2022), terkait salah satu vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (15/2/2022).

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Vonis tentang biaya restitusi atau ganti kerugian Rp331,5 juta untuk korban pemerkosaan Herry Wirawan dibebankan kepada Kementerian PPPA. Selain itu, perawatan sembilan anak korban pemerkosaan Herry Wirawan akan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.

Baca Juga : Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati Divonis Penjara Seumur Hidup

“Menteri PPPA memberi arahan agar kami mempelajari dan menindaklanjuti putusan PN Kelas 1A Bandung terkait HW [Herry Wirawan]. Pada intinya, Kementerian PPPA menghormati putusan Majelis Hakim PN Bandung yang dalam amar putusannya menjatuhkan pidana penjara seumur hidup terhadap terdakwa,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, Sabtu (19/2/2022).

Pertemuan yang dipimpin Kajati Jabar itu juga dihadiri tim Pemerintah Provinsi Jabar, Atalia Ridwan Kamil, selaku Ketua TP PKK Jabar yang sejak awal mendampingi anak-anak korban selama berada di UPTD PPA Provinsi Jabar. Selain itu, pertemuan juga dihadiri Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Baca Juga : Perkosa 13 Santriwati, Herry Wirawan Tak Dihukum Kebiri

“Mempelajari putusan hakim terkait dengan beban yang diberikan kepada negara mencakup hak restitusi korban dirasa tidak tepat. Merujuk pada UU No.31/2014 dan PP No.35/2020, restitusi adalah ganti kerugian kepada korban atau keluarga yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga. Dalam hal ini orang dekat atau keluarga atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaku yang bisa membayarkan,” jelas Nahar.

Tak Sesuai Undang-Undang

Berdasarkan landasan kedua regulasi tersebut, lanjut dia, maka membebankan restitusi kepada negara dalam hal ini Kementerian PPPA menjadi kurang tepat karena kejahatan dilakukan perorangan.

Baca Juga : Loh, Ganti Rugi Perbuatan Herry Wirawan Dibebankan kepada Negara

Nahar berpendapat bahwa Kementerian PPPA merupakan pihak yang berkepentingan dari korban dan seyogyanya diposisikan sebagai pendamping dalam pemanfaatan dana restitusi yang diterima korban.

Itu sebabnya, Nahar mengatakan Kementerian PPPA menilai perlu melakukan klarifikasi karena dirasakan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kementerian PPPA mendorong agar Jaksa Penuntut Umum melakukan banding. Agar putusan hakim dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa menghilangkan kehadiran negara dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak korban,” tutur dia.

Baca Juga : LPSK: Vonis Herry Wirawan Terberat untuk Kasus Kekerasan Seksual

Nahar mengklaim pertemuan tersebut memiliki kesamaan pandangan untuk mempelajari bersama putusan hakim, khususnya terkait beban yang diberikan kepada negara mencakup hak restitusi korban dan perawatan jangka panjang anak korban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya