SOLOPOS.COM - Netizen mengakses sebuah situs, Selasa (31/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Basri Marzuki)

Situs radikal diblokir Kemenkominfo, namun sebagian direhabilitasi. Apa yang ada di baliknya?

Solopos.com, SOLO — Pemblokiran situs-situs Internet berkonten radikalisme memunculkan kontroversi. Ada yang pro ada yang kontra. Siapa yang pro, dan siapa pula yang kontra dengan situs radikal diblokir itu? Peta sikap warga itu sejatinya bisa dirunut dari pilar eksistensi situs-situs itu.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Seperti diberitakan Solopos.com, situs-situs Internet tersebut diblokir berdasarkan laporan publik kepada Kemenkominfo. Namun, beberapa hari lalu Kemenkominfo merehabilitasi beberapa situs yang sebelumnya diblokirnya itu.

Rehabilitasi dilakukan Kemenkominfo setelah ada penjelasan langsung dari pengelolanya. Sejatinya, selain para pengelola, eksistensi situs-situs di Internet yang berkonten radikalisme itu setidaknya didukung tiga sumber dana, yaitu donor tetap atau penderma tetap, pembaca yang sepemahaman, dan iklan.

Teroganisasi
Bloger senior di Solo yang mengelola Rumah Bloger Indonesia (RBI), Blontank Poer, meyakini situs-situs yang diblokir pemerintah itu menjalankan aktivitas mereka tidak berdasar motif ekonomi. Situs yang berisi konten sikap keras dalam beragama Islam itu tampak terorganisasi dengan baik dan dia yakini mengandalkan penyandang dana.

“Saya yakin di belakang mereka ada donor. Mereka kan kelompok minoritas [dalam konteks pemaknaan Islam di Indonesia]. Biasanya ada dukungan kuat dari pihak tertentu,” ujar Blontank ketika ditemui Solopos.com, Jumat (10/4/2015).

Ia yakin dana yang diterima pengelola situs-situs tersebut tergolong besar nilainya. Ia menduga para pembaca situs-situs itu banyak yang sukarela menyumbang karena berkeyakinan sumbangan itu menjadi bagian dari jihad.

“Saya menduga situs-situs itu satu jaringan. Saya melihat ada nama lawyer yang tertera pada lebih dari satu situs. Mereka membidik segmen yang berbeda,” ujar dia.

Butuh Iklan
Pemimpin redaksi muslimdaily.net, Zulfikri, membantah penilaian tersebut. Ia mengatakan situs yang dia kelola membutuhkan iklan untuk menutup biaya operasional. Iklan itu didapat dengan transaksi profesional berdasar perhitungan-perhitungan tertentu.

“Kami pernah mendapat iklan dari Dompet Dhuafa. Mereka membayar secara profesional. Kami memang tidak mendaftar ke Google Adsense karena masalah idealisme. Masak website Islam lalu ada gambar perempuan yang perutnya kelihatan, begitu misalnya,” kata dia.

Google Adsense adalah cara gratis dan mudah bagi semua penayang situs website, besar maupun kecil, untuk memperoleh uang dengan menampilkan iklan Google yang bertarget di situs website mereka.

Menurut Zulfikri, memang ada beberapa situs Islam yang mendapatkan pemasukan cukup besar dari Google Adsense. Hal itu adalah kebijakan masing-masing pengelola situs. Ia menjelaskan prosedur pengunggahan berita di muslimdaily.net tidak sembarangan.

Iklan Buku
Kontributor yang menulis konten mengirim berita itu melalui e-mail. Pemimpin redaksi yang dibantu tiga redaktur pelaksana berwenang menyeleskai mana yang layak diunggah dan mana yang tak layak diunggah.

“Ada fungsi editing. Kalau beritanya kurang pas, kami betulkan. Kalau tidak pantas, ya tidak dimuat,” kata Zufikri. Pemimpin Umum an-najah.net, Slamet Urip, 47, mengatakan situs ini tidak didaftarkan ke Google Adsense.

Iklan di an-najah.net kebanyakan adalah iklan dari usaha penerbitan buku kalangan sendiri. “Kami juga menerbitkan majalah, ada juga penerbitan buku. Iklannya ya cuma itu. Silakan dicek,” kata Slamet.

Konten situs an-najah.net banyak diambil dari situs-situs lain di Internet sesuai kebutuhan. Biasanya setelah mengambil informasi dari berbagai situs, mereka meminta tanggapan tokoh dan para pelaku serta aktivis kemanusiaan yang datang ke lokasi [berita mancanegara].

“Kami mengambil sumber berita dari situs di luar negeri yang berbahasa Inggris dan Arab. Kami punya dua ahli bahasa di sini. Penilaian kami menebarkan radikalisme itu penilaian sepihak,” kata Slamet.

Tebar Radikalisme
Pengkaji intelijen, M.T. Arifin, menilai langkah pemerintah menutup 22 situs yang dianggap bermuatan radikalisme sudah tepat.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berhak mengajukan permohonan pemblokiran situs yang dianggap kurang baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kepada Kemenkominfo. Tak terkecuali tentunya situs-situs web yang dianggap menebar paham radikalisme.

Sesuai UU No. 11/2008, kata dia mengingatkan, pemerintah punya dasar kuat untuk melakukan pemblokiran situs radikal itu. UU itu tegas melarang konten yang bersifat menebar kebencian karena perbedaan pendapat, bersifat menghina pihak lain, berisi perjudian, dan yang bersifat menebar ancaman.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya