SOLOPOS.COM - Netizen mengakses sebuah situs, Selasa (31/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Basri Marzuki)

Situs radikal diblokir masih menjadi kontroversi. AJI Jakarta tegas mendukung pemblokiran itu.

Solopos.com, JAKARTA — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir 22 situs yang kontennya dianggap menyebarkan kebencian dan menyerukan kekerasan atas nama agama Islam.

Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini

Meski demikian, pemblokiran situs masih memantik kontroversi publik. Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim berujar pemblokiran itu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Informatika No. 19/2014. Permen itu menjadi payung hukum untuk menutup akses terhadap situs Internet bermuatan negatif dan meresahkan masyarakat.

Sesuai aturan tersebut, situs konten yang bisa dilaporkan dan dapat diblokir adalah menyangkut privasi, pornografi anak, kekerasan, suku, agama, ras, dan antar golongan. Dalam kasus penutupan ini, konten 22 situs tersebut digolongkan sebagai konten negatif yang dapat membahayakan masyarakat dan keamanan nasional.

“Pemblokiran ini sebenarnya telah lama dinantikan karena pemerintah harus melindungi kepentingan umum dari konten internet yang dianggap menyerukan kekerasan dan mengajak pembacanya untuk bergabung dengan kelompok-kelompok keagamaan yang menghalalkan aksi kekerasan seperti Islamic State of Iraq and Syria [ISIS],” kata dia dalam rilisnya, Minggu (5/4/2015).

Ahmad menambahkan, di negara demokrasi, pemerintah memang harus tegas membuat batasan antara kebebasan berekspresi dengan penyebaran kebencian dan penyeru kekerasan. Sayangnya, di Indonesia sebagian masyarakat masih belum melek media sehingga belum bisa membedakan antara situs yang merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dengan situs penyebar kebencian atau hate speech.

Bahkan, kata dia, sebagian situs penyebar kebencian dan penganjur kekerasan yang diblokir itu mengklaim sebagai pers Islam atau media Islam. Padahal, sangat mudah untuk dikenali dari konten-konten yang telah mereka produksi.

“Situs-situs yang diblokir itu bukan produk pers karena tidak menjalankan prinsip pers seperti diatur dalam UU No. 40/1999 tentang Pers,” katanya.

Lebih lanjut, AJI Jakarta menyatakan dua pernyataan sikap terkait penutupan 22 situs Islam tersebut. Pertama, pemerintah harus mengontrol situs-situs penyebar kebencian dan situs yang mengajak melakukan kekerasan dengan alasan keagamaan.

Kedua, meskipun kontrol diperlukan, pemerintah harus transparan dan menempuh cara yang demokratis dalam melakukan pemblokiran. Karena itu, panel ahli yang telah dibentuk pemerintah melalui Permenkominfo No. 290/2015 tentang Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, tidak akan menjadi lembaga sensor baru di dunia maya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya